MERINDU

Sumber gambar: pinterest.com


Mataku lagi-lagi memeriksa ponsel yang baru setengah menit kuletakkan di atas meja. Gatal sekali rasanya tangan ini untuk mengirim pesan pada Papi. Tapi urung karena baru saja kami berkirim pesan. Pekerjaan rumah sudah selesai sejak pukul sepuluh. Sementara Papi baru pulang sekitar empat jam lagi. Waktu menunggu Papi pulang terasa lama sekali bagiku.

“Pi, kerja di rumah aja.” pintaku suatu hari.

“Mau kerja apa?” sahut Papi sambil menyesap kopi.

“Apa, kek. Kan, Papi bisa buka percetakan, usaha desain grafis, atau apa gitu.”

“Itu, kan sampingan Papi.” Jawabnya kalem.

“Dijadiin kerjaan utama bisa, kan?”

Papi terkekeh, “kenapa, sih?”

“Abis kangen melulu kalo Papi lagi ngajar di sekolah.” aku menutup mulut dengan kedua tanganku.

“Ada-ada aja, sih, Mi,” Papi geleng-geleng kepala.

Obrolan di suatu hari yang lalu itu menguap begitu saja. Seakan hanya percakapan biasa, candaan suami istri yang selalu dimabuk cinta. Tapi bagiku harapan itu adalah serius adanya. Meski disampaikan dalam percakapan santai, toh kudoakan juga. Kuaminkan sedalam perasaanku pada Papi.

“Mi, doanya lama banget. Tumben.” Celetuk Papi seusai solat tahajud.

Aku tersenyum, “berdoa biar Papi bisa ngantor di rumah.” jawabku sambil melipat mukena.

Papi tersenyum mendengar jawabanku. “Itu, sih kepengennya Mami.” ledeknya.

“Emang Papi nggak mau?” sergahku.

“Bukan gitu, kalo Papi ngantor di rumah malah nggak kerja.”

“Lho, kok gitu?”

“Iya, Mi. Nanti yang ada Papi pengennya peluk-peluk Mami terus kalo ngantor di rumah,” Papi menjawil pinggangku.

Pipiku bersemu. Senyum senang tak mampu kusembunyikan meski kepalaku tenggelam di bawah bantal bergambar layang-layang karena malu. Kucubit lengan Papi sambil menyembulkan kepala. Papi mengacak kepalaku senang. Selalu seperti itu. Bahwa tak perlu tinggal berjauhan untuk saling merindu.


#30DWC
#Day18

#OneDayOnePost

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS