Postingan

Menampilkan postingan dari November 19, 2017

RAHASIA (EPS. 7)

Setelah tak sengaja bertemu dengan Ran, Sora tak lagi memikirkan sambutan khusus untuk Preu. Ia meninggalkan keranjang belanjanya begitu saja. Kakinya melangkah gontai meninggalkan supermarket. Pikirannya kalut. Kecurigaan yang mulai tumbuh di hatinya membuatnya menarik satu kesimpulan bahwa Preu melakukan sesuatu di belakangnya selama ini. Hanya saja Sora tidak tahu dari mana harus mulai mencari tahu. Ia juga tidak bisa menceritakan hal ini pada siapa pun. Sora tidak suka membicarakan hal-hal mengenai rumah tangganya pada siapa pun, termasuk pada ibunya. Kehidupannya dengan Preu bukanlah konsumsi umum. Sora amat paham tentang asas rahasia dalam rumah tangganya. Termasuk masalahnya kali ini. Tiba-tiba Sora merasa sendirian. Tidak ada seorang pun yang bisa membantunya. Kaki Sora berhenti di depan teras rumah. Perasaannya bergetar melihat siapa yang sudah berdiri di sana. Pria bertubuh tegap yang dinanti kedatangannya tampak tersenyum. "Sudah lama, Preu?" Tanya Sora

RAHASIA (EPS. 6)

Ponsel Preu berdering panjang. Setelah melihat layar ponsel, Preu bergerak menjauhi meja makan. Ia terlihat bicara serius dengan seseorang. Sora menghentikan gerakan tangannya, berusaha mendengarkan percakapan Preu. Tapi percuma, ia tak mempu menangkap suara pembicaraan Preu dengan si penelepon. Sora kembali menyendok makanannya ketika Preu selesai menerima telepon. "Siapa?" Tanya Sora tak sabaran. Preu kembali duduk di bangkunya. "Orang dari kantor pusat," tangannya kembali menggerakkan sendok dan garpu di atas piring. "Kayaknya besok aku harus ke luar kota, So." Suaranya agak tersendat. Sora menegakkan kepalanya demi mendengar kabar itu. Bibirnya mengatup seperti tak percaya. "Kenapa mendadak? Biasanya dua atau tiga hari sebelumnya sudah ada pemberitahuan." Suara Sora tampak kecewa karena Preu sudah berjanji akan menemaninya ke acara reuni kampus. "Jadi... ehm... sebetulnya yang seharusnya berangkat itu Ran. Tapi mendadak dia

RAHASIA (EPS. 5)

Lim membalikkan papan kecil yang menggantung di pintu masuk kafe. OPEN, begitu tulisan yang terlihat dari luar kafe. Tiga orang masuk. Aku mengenali mereka. Satu diantaranya adalah partner kerjaku di perusahaan advertising sebelum aku dan Preu membuat kafe ini. Kami bersalaman. Pekerjaan dimulai. Setelah briefing selama tujuh menit, kami semua mulai melakukan tugas masing-masing. Aku membantu menghubungi bagian hiburan, seorang pendongeng, pesulap dan dua orang badut ulang tahun. Pekerjaan kami berjalan lancar. Persiapan sudah tuntas, tinggal menunggu sang empunya hajat datang membawa kue ulang tahun. Acara akan dimulai pukul dua siang. Separuh meja kursi kafe masih bisa digunakan untuk menampung pengunjung lain. Kami sudah membuat batas wilayah untuk acara ulang tahun, jadi pengunjung lain tidak akan terganggu. Masih ada waktu dua jam lagi. Karyawanku kembali pada tugasnya masing-masing. Tim EO sedang berdiskusi di sebuah meja, sepertinya mereka sedang meeting membahas event

RAHASIA (EPS. 4)

"Hari ini perempuan yang itu datang lagi," kataku membuka obrolan. Preu rebah di sampingku sambil tangannya terlentang menjadi sandaran kepalaku. "Oya? Dia masih suka lihat toko kue di seberang jalan?" Preu antusias. Aku lalu menceritakan kejadian hari itu. Tentang kue yang membuat wanita pucat itu menangis. "Mungkin dia punya rahasia di balik kue-kue itu," Preu menanggapi sambil menguap. "Atau ada sesuatu dengan pemilik toko kue," aku memutar badan ke arah Preu. Lelaki dengan jambang lebat itu mengangkat alis, "bisa jadi," tanggapnya. "Tapi kamu baik sekali mau traktir orang yang sama sekali nggak dikenal," ia mencubit hidungku. "Cuma kasihan, Preu," aku menyeringai. Rasa kantuk tak dapat kutahan lagi. Aku jatuh terlelap beralaskan lengan kekar suami yang amat kusayangi. Entah Preu masih terjaga atau tidak. Telingaku hanya menangkap samar suara komentator dan riuh penonton pertandingan sepak bola yang