KADUNG

Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota
Naik delman istimewa kududuk di muka
Kududuk samping pak kusir yang sedang bekerja
Mengendali kuda supaya baik jalannya

Lagu anak-anak yang telah lama tak kudengar kini tertangkap sensor gendang telinga yang sudah mulai tuli. Nadanya seakan melambat, mengingatkanku pada peristiwa di masa lalu.

Bapak adalah kusir delman di desa kami. Ia memiliki dua delman beserta kudanya. Satu delman ditarik Lik Broto, satunya lagi Bapak yang menarik sendiri. Ia amat menyayangi kuda-kudanya. Setiap hari kuda-kuda Bapak yang diberi nama Gasik dan Tole dimandikan di sungai, disikat bulu-bulu tipisnya, dan diberi pakan rumput dan daun jagung muda yang manis. Bapak rajin melakukannya supaya pelanggan juga senang pada Gasik dan Tole.

Saat sekolah libur, aku suka ikut Bapak narik delman. Buatku itu adalah hiburan tersendiri. Benar seperti lirik lagu tadi, aku duduk di samping paling kusir yang sedang bekerja. Menikmati panorama alam atau juga suasana ramai di kota. Kala itu, kendaraan yang bisa mengantar orang dari pelosok desa untuk sampai di kota hanya delman. Bus dan mobil buntung hanya beroperasi sampai terminal kampung. Itu pun tak banyak.

Hari itu, di sore yang cerah, aku baru saja sampai di rumah. Pulang sekolah dengan menenteng hasil seni lukis arsir yang kupraktekkan tadi siang. Tampak ada beberapa orang tamu di sedang berkunjung. Dari kota, kata ibu. Mereka terdiri dari sepasang suami istri dan seorang anak lelaki.

Anak lelaki ini jahil sekali. Benda-benda di rumah kami dibuatnya berantakan. Seperti tidak pernah melihat benda-benda rumah tangga. Ia juga menjahili kucing-kucing yang lewat di halaman rumah. Setelah bosan, disambarnya kue di atas piring lalu dilahapnya satu gigitan. Sisanya ia remas-remas dengan riang.

Ih, jorok!

Bapak dan ibu hanya tersenyum maklum. Para orang tua kembali berbincang hangat. Aku masih ingat peristiwa selanjutnya, anak lelaki itu menjahili kuda Bapak, Tole, yang sedang diikatkan pada dahan pohon mangga.

Saat itu aku tengah mengangkat ember berisi air untuk minum si Tole. Saat sudah berada di jarak lima meter, entah apa yang dilakukan anak lelaki itu pada Tole, Tole seperti kuda kesurupan. Mendadak kuda berbulu cokelat yang gagah itu menghentak-hentakkan kami depan dan belakang, meringkik keras. Aku terpaku di tempat. Kaget melihat kegilaan Tole.

Detik selanjutnya, tali yang mengikat Tole putus. Kuda bermata coklat itu merangsek ke arahku, meninju wajahku sekuat tenaga sampai aku tak sadarkan diri. Lalu gelap.

Tangis ibu menggema di telinga. Aku tak tahu sedang berasa di mana. Sekitarku gelap, tak ada cahaya sedikit pun. Kepalaku pusing, sekujur tubuh terasa ngilu, serta rasa sakit yang teramat di sekitar wajah tak bisa kuhindari. Aku mennggumam, mengeluh dengan suara yang tak jelas. Kurasakan tangan ibu menggenggam tanganku erat-erat untuk menguatkan.

Sempat pula kudengar percakapannya dengan Bapak.

"Opo tak sembelih sisan si Tole!1)" Suara bapak geram.

"Wis tho, Pak. Wis kadung. Istighfar. Dongakno wae anakmu.2)" Ibu menjawab terisak-isak. Selanjutnya hanya ada suara zikir dari bibir ibuku.

***

Gelap itu kadung datang. Menghantui kehidupanku selanjutnya, seperti bau anyir darah yang menusuk hidung tak berkesudahan. Organ mataku rusak. Bapak memutuskan menjual kedua kudanya. Aku tahu Bapak sedih melepas Gasik dan Tole, tapi beliau lebih sedih lagi melihat kondisi baruku yang bertemankan gulita.

Setiap hari kemudian menjadi hari-hari penyesalan Bapak. Permintaan maafnya tak pernah absen dari telingaku.

"Ndak apa-apa, Pak. Wis kadung, wis takdir.3)" Tak jarang kudengar pula ibu mengatakan demikian.

***

Ya, tidak apa. Hidupku baik-baik saja sampai usia senja. Tidak ada yang perlu disesali. Semua sudah kadung terjadi, sudah jalan dari Sang Kuasa.



1) Apa saya sembelih sekalian si Tole
2) Sudahlah, Pak. Sudah terlanjur. Istighfar. Doakan saja anakmu.
3) Tidak apa-apa, Pak. Sudah terlanjur, sudah takdir.


Sumber gambar: facebook.com


#30DWC
#Day13
#OneDayOnePost

Komentar

  1. Jadi di seruduk kuda? kasian. 😢

    Oya mba, ada kalimat yg mnurut agak ambigu.
    Paragraf 3, palinh kusir mksdnya pak kusir kali ya?
    Paragraf 4, tampak beberapa org tamu di sedang berkunjung. Ini maksud di nya apa ya? trus kok penggunaannya org tamu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak... ngeditnya belum selesai, pas anak bangun, jadi langsung posting aja. Hehe...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS