Postingan

Menampilkan postingan dari November 5, 2017

RENCANA

Sejak awal tahun, saya dan suami berafiliasi dengan agen sebuah merk kemeja nasional. Brand yang dibangun oleh seorang alumni Tempa. Model kemeja yang diusung pun cukup menarik, bertema pakaian ibadah yang dikombinasikan dengan batik modern. Setelah beberapa bulan menjalani, kami terinspirasi untuk membuat produk serupa. Bukan ingin menjiplak, kami justru ingin berinovasi membuat produk dengan model yang lebih baik. Qodarullah, minggu lalu kami menang arisan. Memang tidak seberapa, namun membuat otak saya langsung terpikir untuk memulai produksi. Informasi tempat penjualan bahan dan jenis-jenis bahan sudah kami kantongi. Yang masih menjadi kendala ialah penjahitnya. Beberapa penjahit yang pernah kami coba untuk membuat kemeja. Salah satunya lolos sebagai penjahit yang memiliki kualitas, tetapi harga tidak sesuai dengan biaya produksi dan waktu menjahit cukup memakan waktu yang lama untuk satu sampai tiga baju. Ini yang membuat kami masih menimbang ulang untuk melakukan produksi.

TIDAK APA

Tidak apa. Aku akan baik-baik saja Asal anakku tak terluka Tidak apa. Jika harus tetap mengalah Asal anakku tak terjajah Tidak apa. Aku mamanya Aku bisa menjadi tameng atau pelurunya Tidak apa. Biar aku terluka Anakku harus bahagia Tidak apa. Dunia tak semanis kecupmu Biar rumah tak bersemu Biar anakku menjadi pelipur Biar anakku menjadi pelipur Biar anakku menjadi pelipur

SISA JEMURAN

Baru kali ini sampai tengah malam aku masih berkutat dengan jemuran basah. Saat yang lain sudah terlelap, aku masih mencari celah agar dapat menjemur semua pakaian. Setengah jam berlalu, masih tak ada kemajuan. Gantungan baju sudah habis. Meski jemuran-jemuran ini sudah kugeser, bolak-balik melakukan tata ulang, tetap saja tali jemuran yang ada tidak mampu menampung sisa pakaian yang masih teronggok di ember. Akhirnya kupandangi baju-baju yang sudah tergantung rapi di jemuran. Betul-betul tidak ada celah, gumamku. Ganti kupandangi pakaian-pakaian lunglai di dalam ember. Sudah terlalu larut. Otakku sudah tak bisa berpikir bagaimana mensiasati tempat jemuran. Menyerah. Hanya itu yang bisa kulakukan. Pakaian-pakaian di dalam ember nampak kecewa karena mereka harus menunggu besok pagi agar mendapat tempat untuk dijemur, bergantian dengan pakaian yang sudah mejeng rapi di tali jemuran. Semoga besok sudah ada pakaian yang kering, batinku. Sisa pakaian basah kubiarkan di dalam ember.

ARISAN

Tubuh tinggi dengan bentuk bak atlet itu tengah duduk di antara tubuh-tubuh gemuk para Uwak dan Bibi. Punggungnya agak melengkung, membuat duduknya menunduk. Meski terlihat tenang, sinar matanya tak menunjukkan itu. Ia sedang cemas. Perasaan yang menghinggapi sejak masih berada di rumah. Ruangan panjang dengan luas dua belas meter persegi itu dipenuhi suara canda dan tawa. Wajah-wajah riang yang berharap namanya keluar dari gelas kocokan serta merta memenuhi atmosfer ruangan. Beberapa orang sudah berbisik-bisik di belakang, janjian untuk meminjam separuh uang arisan kalau namanya keluar. Arisan keluarga selalu menjadi ajang silaturahmi sekaligus pinjam-meminjam uang. Beberapa orang akan bersedia meminjamkan jika namanya keluar dari kocokan, tapi sebagian yang lain tidak. Lelaki yang tampak terjebak di tengah-tengah kerumunan itu merapalkan sesuatu. Mungkin doa untuk ibunya agar nama beliau keluar sebagai pemenang arisan hari itu. Gelas berisi nama-nama peserta arisan mulai di

BAKTI

Baiklah, aku akan mengalah Sekarang berlarilah meski aku berdarah Jangan tengok ke belakang Jangan ragu! Aku akan menjejali otakku dengan kesibukan Aku akan memaksa diriku untuk bersabar Tapi biarkan aku menangis Untuk mengusir duka yang tersemai Aku takluk Aku berlutut Biar aku tersayat Agar kau tetap berbakti

Mengapa pasangan suami istri sebaiknya tidak tinggal bersama orang tua atau saudara?

Setiap pasangan yang sudah menikah sebaiknya menempati hunian pribadi, baik dengan status sudah menjadi hak milik maupun masih ngontrak. Hal ini berkaitan dengan prinsip tiap-tiap rumah tangga. Setiap rumah tangga yang dibentuk oleh sebuah pasangan memiliki standar kehidupan masing-masing yang tidak semua orang memiliki standar yang sama. Bahkan antara anak dan orang tua atau anggota keluarga lainnya. Maka sebaiknya sepasang suami istri yang sudah menikah, menempati hunian khusus agar dapat menerapkan standarnya sendiri dalam mengurus rumah dan keluarga. Di samping itu pasangan akan lebih bertanggung jawab terhadap keluarga, menjalankan tugas lebih disiplin, dan belajar mencari solusi untuk setiap permasalahan seputar rumah tangga. Dengan menempati hunian khusus, suami istri juga lebih leluasa dalam melakukan perkerjaan rumah dan berekspresi ketika merasa bosan dan penat. Tidak cemas akan jadi bahan pembicaraan keluarga besar karena dilakukan di rumah sendiri. Setiap rumah tangg