Postingan

Menampilkan postingan dari September 24, 2017

CINTA UMMI (Bagian 1)

Aku adalah ibu dari dua anak laki-laki. Si sulung bernama Bali dan si bungsu bernama Ezi. Mereka bukanlah anak kandungku. Bali dan Ezi punya masa lalu yang kelam karena ibu kandung mereka bukan ibu yang baik. Aku berani berkata demikian karena mereka sempat mengalami penyiksaan fisik dan psikis oleh ibu kandung mereka sendiri. Itu dilakukan saat ayah mereka sedang dinas keluar kota. Perlakuan ibu mereka diketahui oleh seorang tetangga yang tengah mampir ke rumah membawa hantaran kue. Belum sempat mengetuk pintu, si tetangga mendengar suara jeritan Ezi dan melihat Ezi yang sedang di pukul dengan gagang sapu lewat jendela. Dari sanalah perilaku ibunya terbongkar. Ayah Bali dan Ezi memutuskan bercerai dengan ibu mereka. Bali dan Ezi memilih ikut ayah mereka karena trauma. Saat itu Bali berusia sepuluh tahun dan Ezi tujuh tahun. Setelah resmi bercerai, diketahui bahwa ibu Bali dan Ezi mengidap penyakit kejiwaan. Entah apa penyebabnya. Padahal ayah Bali dan Ezi adalah sosok yang baik

JODOH UNTUK ARROYA (end)

Usai merampungkan studi S1, aku lebih fokus mengembangkan usaha pembuatan kue kering. Di samping itu, aku juga dipercaya untuk mengisi kelas-kelas fiqih dan kajian-kajian agama di beberapa tempat, termasuk di masjid kampus. Sore itu, usai kajian di masjid kampus, Salwa menemuiku ditemani salah satu kawan dari pondok. Kami bicara di selasar dekat pintu keluar sesuai permintaan Salwa. "Gimana, Sal? Ada yang bisa saya bantu?" Aku memulai percakapan. "Bapak mau ketemu kamu, Roy." Jawab Salwa. Dahiku mengerut. Pembicaraan semacam ini jelas bukan hal yang main-main. "Ada apa ya, Sal? Apa ada masalah?" Tanyaku penasaran. "Ada yang mau dibicarakan Roy. Penting. Kamu bisa datang malam ini? Ba'da magrib?" Tegas Salwa. Bola mataku bergerak ke kanan. Berpikir sebentar. "Oke. Insyaallah saya datang ba'da magrib hari ini." Ucapku mengiyakan. "Saya harus datang sama siapa?" Lanjutku. "Sendiri saja, Roy." J

JODOH UNTUK ARROYA (Part 3)

Di awal semester delapan namaku tercantum sebagai salah satu mahasiswa yang bisa mengikuti wisuda gelombang pertama. Setelah berusaha mempercepat masa studi dengan mengambil mata kuliah semester pendek dan lebih rajin lagi menyelesaikan skripsi, akhirnya aku lulus dengan predikat cumlaud. Sebuah kebanggan bagi ibu dan adikku tentunya. Di deretan nama wisudawan dan wisudawati yang tertera di papan pengumuman fakultas, tidak ada nama Karissa. Sepertinya Karissa masih menyelesaikan skripsinya. Apakah ia mengalami kesulitan? Semoga saja ia tidak. Ah, setelah lama menata hati, hari ini aku mulai mengkhawatirkannya. Atau merindukannya? Entahlah. Sebuah lagu dari Edcoustic menggema dari mini compo di kamarku, menggiring kenangan saat aku berusaha mengusir bayangan Karissa. Mengiba pada Rabbku agar membuang jauh nama gadis itu, memohon ketentraman dalam bingkai doa. "Aku ingin mencintai-Mu setulusnya, sebenar-benar aku cinta Dalam doa Dalam ucapan Dalam setiap langkahku Aku ingi

JODOH UNTUK ARROYA (Part 2)

Pertanyaan Karissa masih terngiang. Perasaan ingin menjawab pertanyaan itu masih menggelayuti pikiran. Akhirnya kuputuskan untuk menuliskan jawabannya di selembar kertas. Karissa yang terhormat Umat muslim dilarang mengucapkan salam kepada umat non muslim karena merupakan perintah di dalam kitab kami, Al Quran. QS. At-Taubah : 113 Rasul kami pun memberi pernyataan yang sama. Berikut petikan hadistnya: Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu memulai (memberi) salam kepada orang Yahudi dan Nasrani”. (HR. Muslim). Karena salam dalam agama kami adalah doa keselamatan dan keberkahan. Maka sepantasnya hanya diucapkan kepada sesama muslim. Dan tidak diperbolehkan mengucapkan untuk kaum non muslim. Semoga berkenan atas jawaban ini. Tertanda. Roy. Kulipat menjadi lipatan kecil yang siap kuselipkan di buku Karissa saat di kelas nanti. Tapi nyatanya lipatan kecil itu tidak sampai pada Karissa. Hari dimana aku akan menyampaikan lipatan kecil itu,

JODOH UNTUK ARROYA (Part 1)

Sudah seminggu ini kuamati gadis berkalung salib itu, simbol agama Nasrani yang setiap hari setia dipakai di lehernya. Ia dikelilingi kawan-kawan yang kebanyakan mengenakan pakaian longgar menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan tangan. Gadis itu tak kelihatan tidak nyaman atau terganggu. Ia malah kelihatan sering berbincang dengan salah satu muslimah bercadar di dalam kelas. Sebuah pemandangan ganjil di mataku. Ialah Karissa nama gadis itu. Perempuan yang sering kuamati di kelas secara diam-diam. Ia menjadi satu-satunya mahasiswi beragama Nasrani di kelas kami. Sejak perkenalan di semester awal ia menyedot perhatian teman-teman sekelas. Wajahnya rupawan, tubuhnya tak tinggi-tinggi amat, tapi ramping ideal. Rambutnya hitam legam, tak terlalu tipis atau tebal, juga tampilannya yang sederhana membuat beberapa teman lelaki berdecak. Aku amini jika ia mengagumkan dari segi fisik. Lelaki normal pasti akan bilang dia cantik dan menarik. Tak kusangkal jika aku juga menyukainya. Tapi kalun

BAGIAN TERBAIK

Keputusan terbesar yang pernah saya ambil seumur hidup saya adalah saat saya memilih menikah dan menjadi full time wife house, meninggalkan karir di sebuah perusahaan swasta. Mungkin bagi sebagian orang itu keputusan yang wajar dan biasa bagi perempuan pada umumnya. Setinggi-tingginya pendidikan perempuan, dia harus bisa mengerjakan 3ur (dapur - sumur - kasur). Urusan intern rumah tangga yang biasa. Kadang sedih kalau masih ada yang berpandangan seperti itu. Padahal perempuan-perempuan yang memilih melepas karir sebelum atau setelah menikah, memimpikan dirinya menjadi ahli surga dengan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, mendampingi dan menjadi tempat bersandar suami saat susah maupun senang. Saya bukan sedang menghakimi bahwa istri yang bekerja tidak lebih baik dari istri yang tinggal di rumah lho. Bagi saya, menjadi apapun, seorang istri tetap harus berprestasi. Karena berprestasi adalah menunjukkan kinerja terbaik dari dalam diri, maka perempuan berhak memilih dimana i

SAYA

Bismillah Jadi, seberapa besar kalian mau tahu tentang saya? Hehehe... Bagi saya sebenarnya nggak penting orang lain tahu identitas atau profil saya. Kecuali mereka kelilipan pengen jadi temen saya. Muehehehe... beneran deh, karena nggak penting juga lho. Nih ya, saya kasih tau, saya cuma ibu rumah tangga biasa yang kerjaannya ngasuh anak, beberes rumah, masak, nyuci, dan ngurusin suami. Itu aja. Tapi aktivitas yang saat ini saya lakukan bukan tanpa tujuan. Sejak saya sah menjadi istri dari lelaki pilihan saya, sejak saat itu pula saya berikrar untuk menjadi madrasah pertama (menjadi satu-satunya jika mampu) bagi anak-anak saya nanti. Keputusan saya untuk 'berkarir' di rumah cukup disayangkan oleh ibu saya. Mengingat saya adalah lulusan sebuah PTN di bidang pendidikan, ibu saya berharap saya bisa berkarir di luar. Menjadi guru atau pegawai PNS seperti yang beliau idamkan. Dan pertanyaan-pertanyaan dari beberapa teman yang bernada "apa nggak sayang ijasahnya?".

Pernikahan Paling Miskin

Kalau kalian mau tau, pernikahan paling miskin ialah pernikahan tanpa rasa saling. Saling cinta, saling sayang, saling menasehati, saling mengingatkan, saling menghibur, saling membutuhkan, dan saling-saling lainnya. Jangan sia-siakan pernikahan hanya untuk mencari-cari kelemahan pasangan kita lho, karena itu nggak akan pernah memperbaiki kualitas pernikahan. Secantik atau seganteng apapun pasangan, mereka tetep ngupil juga kan, tetep kentut juga kan. Dan sejatinya hanya kita dan pasangan yang bisa membuat pernikahan kita sendiri bahagia. Caranya gimana? Dengan rasa saling. Saling memuji, saling menjaga, saling menghibur, dan saling-saling lainnya. Dalam satu tahun pertama pernikahan saya dan suami, ada ratusan hal buruk yang saya ketahui dari suami saya. Begitu pun sebaliknya. Kalau kami jadi saling ilfeel, bisa saja pernikahan kami berhenti di tahun pertama. Dengan dalih prinsip hidup nggak sejalan, lalu memilih berpisah. Adaaw... Tapi penyelesaian yang seperti itu pasti di

CEMILAN SORE

'Buku adalah jendela dunia' Istilah itu masih berlaku nggak ya? Saya sempat ragu sebetulnya. Karena ngeliat anak-anak lebih banyak nge-game pake ponsel pintar emak bapaknya ketimbang main dengan teman sebaya atau baca buku-buku cerita. Apa istilah 'buku adalah jendela dunia' sekarang udah nggak sinkron dengan perkembangan jaman? Kayaknya udah ganti jadi 'google adalah jendela dunia' ya. Hehehe... Karena semua informasi bisa dilihat disana. Every you need to know, that's just click on Google buttons. And vollaa... ada jutaan informasi yang bisa kita nikmati dari belahan bumi manapun. Ah, 'google adalah jendela dunia' tak bisa kita pungkiri lagi. Hampir semua orang lebih suka belajar dari google daripada harus berguru pada ahli. Hampir semua orang lebih suka percaya pada berita di google daripada harus tabayyun dengan yang bersangkutan. Hampir semua anak menggunakan google sebagai acuan belajarnya. Google tahu segalanya. Yellow pages sudah

Kisah Akhir Pekan

Pertemuan dengan seorang ibu dua anak di hari Minggu itu adalah sebuah ketidaksengajaan. Ayah diminta seorang pegawai Kemenag Kota Cirebon untuk datang ke rumahnya, membantunya menyusun slide power point untuk presentasi. Saya dan #thk ikut. Tiba disana, kami disambut dengan ramah oleh seluruh penghuni rumah. Rumahnya tidak besar, tapi nyaman ketika kami masuk ke dalamnya. Ada satu lemari besar berisi buku-buku yang bercampur mainan dan alat tulis. Beliau punya dua anak perempuan. Yang sulung duduk di kelas dua SD dan yang bungsu berusia sekitar satu setengah tahun. Ibu ini sempat bercerita pada saya bahwa anak bungsunya mengalami bocor jantung sejak usianya lima bulan. Sejak saat itulah ia harus mengalami serangkaian operasi dengan kondisi antara hidup dan mati. Alhamdulillah si bungsu yang bernama Nad (bukan nama sebenarnya) berhasil selamat dari kondisi kritisnya. Ibu ini sudah pasrah dengan kondisi Nad saat itu. Jika Nad harus dipanggil Allah lebih dahulu, beliau sudah siap.