Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 21, 2018

MERINDU

Gambar
Sumber gambar: pinterest.com Mata ku lagi-lagi memeriksa ponsel yang baru setengah menit kuletakkan di atas meja. Gatal sekali rasanya tangan ini untuk mengirim pesan pada Papi. Tapi urung karena baru saja kami berkirim pesan. Pekerjaan rumah sudah selesai sejak pukul sepuluh. Sementara Papi baru pulang sekitar empat jam lagi. Waktu menunggu Papi pulang terasa lama sekali bagiku. “Pi, kerja di rumah aja.” pintaku suatu hari. “Mau kerja apa?” sahut Papi sambil menyesap kopi. “Apa, kek. Kan, Papi bisa buka percetakan, usaha desain grafis, atau apa gitu.” “Itu, kan sampingan Papi.” Jawabnya kalem. “Dijadiin kerjaan utama bisa, kan?” Papi terkekeh, “kenapa, sih?” “Abis kangen melulu kalo Papi lagi ngajar di sekolah .” aku menutup mulut dengan kedua tanganku. “Ada-ada aja, sih, Mi,” Papi geleng-geleng kepala. Obrolan di suatu hari yang lalu itu menguap begitu saja. Seakan hanya percakapan biasa, candaan suami istri yang selalu dimabuk cinta. Tapi

KARENA SAHABAT SEHARUSNYA…

Gambar
Sumber gambar: pinterest.com Aku menatap wanita di hadapanku dengan enggan. Pertemuan dengan Pim mengoyak kembali luka yang berusaha kusembuhkan sendiri. Ingatan pada peristiwa sepuluh tahun lalu mendadak terasa segar kembali. Rasa marah yang sudah kubuang ternyata masih tersisa, menempel di serat-serat otot tubuhku, menyatu dalam daging, menjadi kasat rasa. Kini saat menatap wanita ini di hadapanku, mereka mencair, memanaskan sendi, mengalir dalam hati. Rasanya aku ingin menyemburkannya. Tapi urung, karena melihat Pim mendatangiku sambil menangis tersedu. Rumah tangganya dengan mantan suamiku hancur. Bahkan kali ini mungkin lebih menyakitkan karena suaminya berselingkuh dengan adiknya sendiri. Sungguh tragis. Tapi bukankah dia juga pernah melakukan hal yang sama terhadapku. Namun ada rasa tak tega menatap Pim dengan keadaan carut-marut seperti ini. Penampilannya tak lagi sama saat dulu ia selingkuh dengan suamiku. Fashion item terbaru dengan tata rambut ala artis, dan

DOA UNTUK MORA: PERTEMUAN KEMBALI

Gambar
sumber gambar: www.hipwee.com Mora duduk di kursi ruang tamu. Wajahnya memperlihatkan senyum – yang sebenarnya adalah caranya untuk menutupi kegelisahan – saat aku menatap tajam ke arahnya. Karena aku terlalu mengenalnya. Aku sudah lama meninggalkan rasa penasaran, amarah, dan rasa ditinggalkan seorang sahabat. Aku sudah meluruhkannya bersama doa-doa yang kupanjatkan kepada Tuhan. Aku tak pernah berharap bisa bertemu dengannya kembali. Aku menyerah. Hanya dalam doa aku membersamainya. Tapi takdir berkata lain. Tiba-tiba hari itu ponselku berdering panjang. Ada nama Mora yang tertera di layar ponsel. Seketika jantungku berdegup cepat. Ada apa? Kugeser gambar bulat berwarna hijau ke sembarang arah setelah mematung beberapa detik. “Assalamu’alaikum,” sambutku resah. “Wa’alaikumsalam. Bisa bicara dengan Ami?” jawabnya lancar. “Iya betul. Ini Ami.” Hening. “Hai, Mi. Ini Mora. Masih inget, kan?” “Gimana caranya aku bisa lupa, Ra.” Sahutku dengan su

BIDADARI SEKATI (PART 3 - END)

Gambar
Sumber gambar: google.co.id "Dia melihat bidadari! Kau dengar, Seranada!" Pria bungkuk dengan tongkat di tangannya amat marah. Wajahnya yang keriput bergetar saat bicara. Lelaki bernama Sera di hadapan pria bungkuk itu menundukkan kepalanya dalam-dalam, menyesal. Tangannya meremas ujung kaus, gelisah. "Kenapa kau begitu teledor menjaga satu manusia bodoh ini?!" Pria bungkuk itu terbatuk-batuk. Ia mengatur napasnya. "Seharusnya aku tak mengijinkan kau membawa manusia luar masuk ke Sekati," nada suaranya menurun. Mata tuanya menatap Aloy yang masih tak sadarkan diri di atas dipan kayu. Luka di kepalanya sudah diobati dan dibalut dengan kain. "Bereskan dia, atau kucabut hakmu atas Sekati." Pria tua itu keluar dari ruangan. Menyisakan suara tongkat yang menggema di telinga Sera. *** Aloy membuka matanya. Pandangannya masih buram, juga kepalanya masih terasa sakit. Ia mencoba menggerakkan tangan dan kakinya. Sulit. Bukan ka

BOLEHKAN AKU BERHENTI MENULIS

Gambar
Sumber gambar: facebook.com Aku duduk di tepi ranjang. Mengusap-usap leher dan dada yang terasa tak nyaman. Sesak napas tiba-tiba menyerang. Paru-paru terasa  sempit , seakan tak punya ruang untuk menampung oksigen yang berusaha kuhirup dalam-dalam. Teringat tugas tantangan menulis di hari ke empat belas yang bertepatan dengan hari kelahiranku belum kutuntaskan. Ah, dari mana ide akan muncul? Sedangkan aku tengah kesulitan bernapas karena peningkatan hormon  progesteron . Rasanya ingin absen menulis hari ini. Lalu jika aku tak menulis, apa yang mau kulakukan hari ini? Entahlah. Cerbung Bidadari Sekati-ku pun belum rampung bagian ketiganya. Apakah Pak Suden bersedia menanti lanjutan kisahnya? Semoga saja. Entah kenapa pagi tadi aku sempat bilang pada suamiku bahwa aku ingin membuat sebuah novel. Masih belum jelas apa tema dan bagaimana alur kisahnya. Hanya kalimat iseng mengingat Mbak Lisa, seorang kawan yang berbeda angkatan di komunitas #OneDayOnePost, sudah menul

KADUNG

Gambar
Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota Naik delman istimewa kududuk di muka Kududuk samping pak kusir yang sedang bekerja Mengendali kuda supaya baik jalannya Lagu anak-anak yang telah lama tak kudengar kini tertangkap sensor gendang telinga yang sudah mulai tuli. Nadanya seakan melambat, mengingatkanku pada peristiwa di masa lalu. Bapak adalah kusir delman di desa kami. Ia memiliki dua delman beserta kudanya. Satu delman ditarik Lik Broto, satunya lagi Bapak yang menarik sendiri. Ia amat menyayangi kuda-kudanya. Setiap hari kuda-kuda Bapak yang diberi nama Gasik dan Tole dimandikan di sungai, disikat bulu-bulu tipisnya, dan diberi pakan rumput dan daun jagung muda yang manis. Bapak rajin melakukannya supaya pelanggan juga senang pada Gasik dan Tole. Saat sekolah libur, aku suka ikut Bapak narik delman. Buatku itu adalah hiburan tersendiri. Benar seperti lirik lagu tadi, aku duduk di samping paling kusir yang sedang bekerja. Menikmati panorama alam atau juga suasana ramai di k

BIDADARI SEKATI (PART 2)

Aloy tak butuh waktu lama untuk berkenalan dengan gadis cantik itu. Dengan kepribadiannya yang mudah bergaul, ia sudah berhasil membuat gadis itu mau berbincang dengannya. Diam-diam Aloy juga memotret si gadis. Air wajah gadis itu cocok sekali dibingkai dalam kameranya. Gerak bibir, kerling mata, dan gurat senyumnya membuat Aloy mudah sekali mengagumi gadis yang baru dikenalnya. Gadis itu banyak bertanya tentang tempat asal Aloy dan bujangan itu dengan senang hati menjelaskan lebih banyak dari yang ditanyakan oleh si gadis. “Kamu udah lama motret?” Tanya gadis bernama Titi itu. “Kalau full motret baru dua tahun belakangan ini. Sebelumnya cuma sampingan, soalnya saya juga kerja di perusahaan swasta.” Jelas Aloy. “Sekati bagus banget, ya.” Pujinya. Titi tersenyum bangga. “Kalo dijadiin destinasi wisata bakalan bagus banget, nih.” Aloy bergumam sendiri. Senyum Titi pudar. “Nggak semua tempat di muka bumi ini bisa dieksploitasi. Termasuk tanah kami.” Terangnya. “T

MUNGKIN KARENA HATIKU LEMAH

Merindumu sama halnya mengharap gerhana setiap malam Adalah petaka yang kerap mengubahku menjadi bimbang Langkah-langkah menjadi pendek karena terus menoleh ke belakang Menatap jutaan masa lalu dengan seribu bayang Lelah memang untukku yang melankolis ini Membuat napas melambat, ngeri Bayangkan saja bagaimana rasa nyeri Berpagutan dengan kangen yang menjadi Kamu menang, memenangkan isi hati Menyentuh sisi wanitaku yang terdasar Kala sayang mengubah yang mati Cintamu jadi penyebab terbesar Selesai itu, tambang hatiku melunak Menyisakan kamu yang bergolak Mulai mengintip wanita beranak Manfaatkan kelemahan hatiku yang sesak Aku berusaha menjadi pohon rindang Untuk menaungi kamu yang riang Menjajah hatiku tanpa memandang Lalu pergi sisakan guratan pedang #30DWC #Day11 #OneDayOnePost