BIDADARI SEKATI (PART 3 - END)
Sumber gambar: google.co.id |
"Dia melihat bidadari! Kau dengar, Seranada!" Pria
bungkuk dengan tongkat di tangannya amat marah. Wajahnya yang keriput bergetar
saat bicara.
Lelaki bernama Sera di hadapan pria bungkuk itu menundukkan
kepalanya dalam-dalam, menyesal. Tangannya meremas ujung kaus, gelisah.
"Kenapa kau begitu teledor menjaga satu manusia bodoh
ini?!" Pria bungkuk itu terbatuk-batuk. Ia mengatur napasnya.
"Seharusnya aku tak mengijinkan kau membawa manusia luar masuk ke
Sekati," nada suaranya menurun. Mata tuanya menatap Aloy yang masih tak
sadarkan diri di atas dipan kayu. Luka di kepalanya sudah diobati dan dibalut
dengan kain.
"Bereskan dia, atau kucabut hakmu atas Sekati."
Pria tua itu keluar dari ruangan. Menyisakan suara tongkat yang menggema di
telinga Sera.
***
Aloy membuka matanya. Pandangannya masih buram, juga
kepalanya masih terasa sakit. Ia mencoba menggerakkan tangan dan kakinya.
Sulit. Bukan karena rasa ngilu yang masih tersisa, tapi karena kedua tangan dan
kakinya berada dalam ikatan yang erat. Saat menyadarinya, Aloy
menghentak-hentakkan kaki dan tangannya. Namun usahanya tak berhasil. Dengan
kondisi tubuh yang masih lemah, Aloy menyerah.
Kepalanya dipenuhi tanya tentang apa yang terjadi. Ia pun
tak mengenali tempatnya berbaring saat itu. Cahaya yang ada tak memberinya
kesempatan untuk melihat dengan jelas keadaan sekitarnya.
Tiba-tiba seseorang mendekatinya. Wajah itu bertambah jelas
seiring pendeknya jarak antara Aloy dengan lelaki itu. Aloy lega melihatnya. Ia
berpikir bahwa lelaki itu bisa menolongnya.
"Sera, tolong," ucapnya dengan suara parau.
Mendengar itu Sera tersenyum.
"Maaf, Bung. Aku harus melakukannya demi Sekati."
Aloy tak percaya pada apa yang dilihatnya. Dari belakang
tubuh Sera, muncul sepuluh perempuan berpakaian sutra dengan mata hijau. Mereka
semua berdiri sejajar dengan Sera, mengelilingi Aloy. Perempuan-perempuan itu
tersenyum dengan mata yang berkilat-kilat. Tubuh mereka bercahaya, persis
dengan yang dilihatnya di kolam Air Terjun Bidadari Sekati.
"A... ap... apa ini?" Aloy memandang mereka
ketakutan. Perasaan tak enak langsung menyergap.
Bidadari-bidadari bermata hijau itu mendekati tubuh Aloy
perlahan-lahan. Sambil merapalkan sesuatu yang tak jelas.
"Nikmati saja, Aloy. Ini hanya hukuman kecil karena kau
melanggar perjanjian kita." Samar suara Sera menggema di telinga Aloy.
Aloy tak kuasa menghindar. Tubuhnya sudah terkepung oleh
tubuh-tubuh bercahaya para bidadari. Aloy berusaha berteriak sekuat tenaga,
tapi suaranya sama sekali tak terdengar. Di kepalanya terpantul kilasan-kilasan
surat elektronik yang sempat dikirimkan Sera beberapa hari sebelum
keberangkatannya ke Tanah Sekati. Termasuk perjanjian itu. Dadanya terasa amat
sesak merasakan tubuhnya dihimpit tubuh-tubuh bercahaya sang bidadari. Terakhir
kali yang diingatnya ialah pesan singkat pamannya yang berusaha mencegahnya
datang ke sini.
Tapi semua itu sama sekali tak menolongnya menghindari
hukuman. Hatinya ciut merasakan apa yang dialami saat ini. Sera membalikkan
tubuhnya, berjalan santai meninggalkan Aloy dengan hukumannya.
Tanpa sadar sebuah pendar cahaya terbang menembus jendela,
memasuki ruangan dengan paksa. Cahaya itu lama-kelamaan membesar, menyilaukan. Seperti
kekuatan yang akan membinasakan semua yang tengah berada di ruangan itu.
***
Perjanjian Bertamu di
Tanah Sekati
1. Hanya boleh tinggal
maksimal tiga hari di Sekati
2. Hanya boleh
mengambil gambar Padang Bunga Sekati
3. Jam malam tamu
Sekati: 9 malam - 8 pagi. Dilarang keluar dari Rumah Inap Sekati
***
Matanya mengerjap. Menatap sekeliling dengan tatapan heran.
“Syukurlah.” Seorang lelaki paruh baya yang duduk di
sampingnya tersenyum.
“Paman?” ucapnya bingung.
“Gimana, Loy? Apa yang dirasa sekarang?” Tanya lelaki yang
dipanggil Paman tersebut.
“Paman, kok ada di sini?” Aloy bangkit dari posisi
terlentangnya.
“Kamu nggak apa-apa?” Paman bertanya lagi, seperti tak
peduli pada keheranan Aloy.
“Nggak apa-apa. Aku baik-baik aja.” Aloy menggaruk kepalanya
yang tak gatal.
Paman tersenyum. Ia bangkit mendekati meja kerja Aloy, lalu
menyeruput kopi di dalam cangkir
biru. Lelaki itu terlihat lega. Meski Aloy kelihatan linglung, Aloy berhasil selamat dari Sekati. Kenangan
dirinya dengan salah satu bidadari Sekati bermata emas berkelebat lagi. Namanya
Titi. Mereka pernah saling jatuh cinta. Tapi tak bisa bersatu karena alam dan
ketentuan hidup mereka berbeda. Tapi wajah Paman menyiratkan bahwa ia sudah
berdamai dengan masa lalu itu. Ia lega keponakannya tidak terjebak lebih lama
di Sekati.
“Terima kasih, Titi.” Gumam Paman sambil menatap langit kota
dari jendela kamar Aloy.
Selesai.
#30DWC
#Day15
#OneDayOnePost
Yah... kok Selesai?
BalasHapusBikin lanjutannya versi Mas Suden aja gimana? 😆
HapusHehehe
Waaah bagus, keren cerbungnya mba.
BalasHapuskirisan dikit ya mba, perhatikan lagi elipsisnya.
Ngomong" bidadari bermata jeli, saya jadi inget sama surah Al waqiah dan Al mulk ayat 9 😊
Udah tamat?
BalasHapusYa uda tamat
BalasHapusAyo bikin lanjutannya mba
BalasHapus