Postingan

Menampilkan postingan dari September 17, 2017

(tu)lisan

Oleh : Ragil Wyda Triana Pernah suatu hari seorang sahabat saya mengeluhkan banyaknya "spam" di timeline akun media sosialnya. Status berisikan hujatan dan caci maki terhadap kubu lain yang tak sepaham. Yang lebih mengerikan lagi, ada pula caci maki tersebut ditujukan kepada umat agama yang berbeda. Duh, sudah masuk kawasan menyinggung SARA, kan ya. Dan yang bikin miris, orang-orang itu nggak sedikit yang ilmu agamanya mumpuni. Subhanallah. Ya Allah, ternyata benar, ilmu itu jadi nggak berguna ketika akhlak baik tak mengiringinya. Sahabat saya sampai tak selera melakukan kajian Islam gara-gara hal tersebut. Ia mogok menerima ilmu yang seharusnya bisa mencerahkan gegara melihat (tu)lisan-(tu)lisan yang tak beretika tersebut. Apa kalian mau bilang dia lebay? Saya rasa, nggak. Justru itu amat berbahaya. Karena jujur saja, saya pernah mengalaminya. Namanya "culture shock". Ini dialami ketika saya duduk di bangku SMA. Saat itu saya sering sekali melihat pemberi

Ari-Ari Lengket

Tanggal 4 Oktober 2016 lalu, tepat pukul 01.23 siang saya melahirkan putri pertama saya di salah satu rumah sakit swasta. Karena waktu itu dokter kandungan sedang ada tindakan operasi, saya melahirkan dibantu bidan yang bertugas di rumah sakit tersebut. Seperti kebanyakan orang yang melahirkan secara normal, setelah bayi lahir masih ada satu lagi yang harus dikeluarkan dari dalam rahim. Kita sering menyebutnya 'ari-ari'. Dalam keadaan normal, dan baik tentunya, ari-ari akan dilahirkan sesaat setelah ibu melahirkan bayinya. Caranya sama seperti melahirkan bayi. Ibu perlu sedikit mengejan atau ada juga yang menyarankan untuk berdehem agar ari-ari atau plasenta keluar dengan sendirinya. Pada kasus saya, saya mengalami apa yang disebut ari-ari lengket. Ari-ari atau plasenta yang seharusnya keluar sesaat setelah bayi lahir tidak kunjung nongol. Sementara bayi saya yang berat lahirnya kurang dari 2.500 gram mendapat penanganan khusus oleh perawat (menurut standar penanganan ruma