SAKLAR KONSLET

Percikan api di saklar lampu tadi mengagetkan Doli. Ia mengusap-usap ujung jarinya ke kaus oblong yang baru dikenakan sore tadi. Jalin muncul dari dapur.

Sambil mengaduk kopi panasnya Jalin duduk di kursi lipat kosan. "Awas, tuh, saklarnya konslet," dagunya menunjuk saklar yang baru ditekan Doli.

"Uwis, kok," Doli menunjukkan jarinya.

Jalin terkekeh.

Doli duduk di bangku plastik, menaikkan satu kakinya. "Bapak kos pelit puol, urusan saklar siji wae ngenteni wong sak kosan lulus." sungutnya.

Jalin terkekeh lagi mendengar kalimat Doli. Santai ia menghirup uap kopi panas yang mengepul dari cangkirnya.

Sudah hampir enam bulan saklar untuk menghidup-matikan lampu teras kosan sering mengeluarkan api jika ditekan. Beberapa mengeluhkan hal tersebut. Salah satunya Doli yang sering kebagian tugas menghidupkan lampu teras karena kamarnya yang bersebelahan langsung dengan saklar.

Tak mau rugi, para penghuni tak mau memperbaiki sendiri dengan dalih inventaris kosan adalah urusan Bapak Kos. Wajar saja, mengingat beberapa kerusakan fasilitas kosan yang pernah diperbaiki sendiri oleh penghuni kos malah kena omel Bapak Kos. Mereka jadi malas mengurusi kerusakan yang ada.

"Kalo kebakaran, kamar lu yang pertama kena, tuh, Dol," canda Jalin.

"Sontoloyo, kowe! Malah nyumpahi aku," tangan Doli mengusap pelipis.

Jalin lagi-lagi terkekeh. "Gue udah telepon Bapak Kos, ngasih tau ada yang konslet." Ucapnya tenang.

"Terus?" Doli penasaran.

"Ya udah, itu doang," Jalin menekuk satu kakinya.

"Bapak Kos itu, lho njawab opo?"

"Cuma bilang 'iya, nanti diganti'. Gitu."

Cepi keluar dari dalam kamar rupanya mendengar percakapan Doli dan Jalin. Ia ikut duduk di dekat Jalin.

"Ganti aja sendiri saklarnya, atuh," usul Cepi.

"Ah, Bapak Kos kagak ada muji-mujinya kalo kita punya inisiatif," tolak Jalin.

"Dari pada konslet terus. Bahaya, bray, bisi kebakaran. Mau gitu?" Komentar Cepi serius. Doli dan Jalin menggeleng. "Nah, lamun Bapak Kos ngomongkeun urang, bere nyaho weh nu ngaganti saklarna Iron Man kitu. Beres." Lanjut Cepi setengah bergurau.

"Aku kadang ora ngerti jalan pikirane Pak Kos itu, lho," tangan Doli mengetuk-ngetuk meja plastik di hadapannya. "Nek dibantu, kok malah misuh-misuh, yo." Lanjut Doli.

"Udah tabiatnya begitu kali," Jalin kembali menyeruput kopinya.

"Geus, ah ulah ngomongkeun batur. Pamali," Cepi menengahi.

"Bukan ngrasani, Cep. Aku ki nggumun," tukas Doli.

"Hah? Ngumun?"

"Nggumun, Cep. Heran," jelas Doli.

Jalin terkekeh mendengar percakapan dua kawannya.

Matahari sudah tergelincir turun ke peraduan. Langit mulai gelap. Percakapan tiga sekawan terhenti saat adzan magrib berkumandang. Ketiganya melangkah ke masjid di ujung jalan.

Pembicaraan tentang saklar konslet sudah menguap sejak tadi. Kosan lengang. Penghuninya kebanyakan berada di dalam kamar masing-masing. Tanpa disadari saklar yang konslet sudah mencapai batas ketahanannya. Saklar memercikkan api kecil menimbulkan suara seperti petasan. Percikan api kemudian membesar, jatuh ke atas meja plastik dan bangku kayu di bawahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS