PALEMBANG: SEBUAH PERJALANAN

Hari Sabtu lalu saya melakukan perjalanan menuju kota mpek-mpek. Undangan dari seorang Uwak tidak bisa diabaikan, apalagi untuk bertemu keluarga besar dari pihak ibu mertua yang asli dari sana. Kesempatan ini tidak akan beliau sia-siakan.

Berbekal sekoper pakaian dan satu tas besar bekal untuk si kecil, kami berangkat. Perjalanan diawali dengan kereta api menuju stasiun Gambir, Jakarta. Lalu menuju bandar udara Soekarno Hatta menggunakan taksi online. Sepanjang jalan tol menuju bandara, saya menikmati tanaman bunga kertas yang tumbuh menjulang di tiang-tiang lampu jalan. Bunganya mekar berwarna-warni. Ranting-ranting halusnya melingkar di jaring besi yang terdapat di sekitar tiang lampu. Sengaja dipasang agar tanaman ini tumbuh menutupinya. Menjadi hiasan jalanan yang indah.

Keasyikan saya terhenti saat mobil yang kami tumpangi keluar dari tol dan memasuki kawasan bandara. Tulisan besar nama bandara yang terletak di taman yang memisahkan lajur kanan dan kiri terpampang besar di depan mata.

Kami sudah dekat dengan stasiun keberangkatan pesawat. Mobil berhenti di pintu masuk terminal keberangkatan 2F. Setelah melalui pemeriksaan pertama, kami tiba di loket check in. Tidak banyak kursi tunggu yang tersedia di sana. Semua kursi penuh, bahkan banyak yang akhirnya duduk-duduk di bawah. Setelah menyelesaikan proses check in, kami masuk ke area tunggu F1-F7. Fasilitas ruang tunggu yang amat keren, menurut saya.

Selain kursi tunggu, terdapat play ground untuk anak-anak, toilet, musholla khusus wanita dan pria, beberapa outlet suvenir, restoran, dan yang menarik bagi saya adalah ruang menyusui. Setelah punya anak, setiap bepergian dengan waktu yang lama, saya selalu membutuhkan ruangan yang satu ini. Ruang menyusui di bandara ini punya fasilitas yang belum pernah saya temukan di tempat lain. Alat sterilisasi botol asi. Tempat umum lain yang pernah saya lihat biasanya cuma menyediakan tempat ganti popok, sofa menyusui, dan wastafel - yang tidak selalu berfungsi - di ruang menyusui.

Setelah menunggu sekitar satu jam, kami memasuki area keberangkatan. Semua penumpang beserta barang-barangnya kembali melewati pemeriksaan. Setelah lolos pemeriksaan, ada satu ruangan lagi. Ruang tunggu F7, berisi seluruh penumpang Sriwijaya Air tujuan Palembang. Tak sampai lima menit, kami digiring menuju lapangan terbang tempat pesawat terparkir menggunakan bus.

Beruntung tak sampai sepuluh menit kami sudah sampai ke tempat pesawat parkir. Karena bus tadi cukup pengap, membuat keringat menembus pakaian.

Pesawat ini sama sekali di luar ekspektasi saya. Meski mesin sudah menyala, AC dalam keadaan aktif, udara di dalam pesawat sangat panas. Banyak penumpang yang akhirnya memanfaatkan kartu panduan keselamatan pesawat sebagai kipas untuk mengurangi kegerahan.

Tapi penerbangan pertama ini membuat saya melupakan sedikit kekecewaan saya terhadap fasilitas pesawat. Begitu tahu rasanya berada di ketinggian ratusan bahkan ribuan meter dari permukaan laut, saya tidak mampu berkata-kata. Tubuh saya serasa melambung saat pesawat mulai mengambang di udara. Napas terhenti sejenak untuk merasakan sensasi terbang. Perut serasa digelitik dari dalam, mulut tak berhenti menyebut namaNya, dan tangan saya lingkarkan erat-erat pada anak saya yang pulas di pangkuan.

Di tengah-tengah penerbangan, ada guncangan-guncangan kecil karena badan pesawat bergesekan dengan awan. Guncangan seperti saat kita naik mobil melewati jalan berbatu. Hanya saja lebih mendebarkan karena terjadi di udara.

Hampir setengah perjalanan, awak kabin memberitahu bahwa cuaca kurang baik. Seluruh penumpang dihimbau untuk menggunakan sabuk pengaman. Saya agak tegang mendengar pemberitahuan tersebut. Pemandangan di jendela sebelah kanan saya memperlihatkan gulungan awan mendung pekat tengah menurunkan jutaan tetes hujan. Fenomena yang biasanya saya lihat dari daratan. Hari itu saya melihat dari jarak ratusan meter saja. Meski pesawat tidak melewati awan hujan, guncangan tetap terjadi karena awan tipis melingkupi di sekitar badan pesawat. Matahari tak terlalu nampak. Kalau melihat dari darat, mungkin langit sedang mendung.

Pemandangan langit yang bisa dilihat dari jarak dekat seperti ini diabadikan oleh suami saya. Kamera yang tak pernah lepas dari tangannya ini berhasil merekam awan hujan yang dilewati tadi.

Alhamdulillah, kami tiba di bandara Sultan Mahmud Badaruddin II tepat waktu. Seorang sepupu dan Uwak sudah menanti kedatangan kami di sana.

Saya menghirup udara panas Palembang dalam-dalam. Selamat datang di ibukota provinsi Sumatera Selatan. Perjalanan kami baru dimulai.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS