DOA UNTUK MORA
Ami gamang. Ia memandangi ponsel yang sejak tadi berada dalam genggamannya. Wajahnya bimbang karena sama sekali tak menemukan alasan untuk menghubungi seseorang yang sejak enam tahun silam nampak memilih pergi dari hidupnya.
Suasana rumah yang lengang membuatnya teringat pada sosok berkacamata itu. Jika boleh dikatakan, Ami rindu. Meski pernikahannya dengan pujaan hati sudah berjalan satu tahun, tapi tak membuatnya melupakan seseorang yang dulu pernah mengisi ruang persahabatannya.
Mora. Nama itu jelas berada dalam kontak ponselnya. Sejak tadi Ami hanya menaik-turunkan keypad ponsel agar nama itu terus berada dalam jangkauan matanya.
Sejak enam tahun lalu Mora tak pernah menghubungi Ami. Setiap Ami mulai menghubunginya, Mora tak pernah merespon. Satu tahun pertama Ami terus-terusan mencari Mora. Bertanya pada sepupu Mora, teman-teman SMA, sampai berkali-kali menghubungi lewat media sosial Mora.
Nihil. Mora sama sekali tak ditemukan.
Ami sama sekali tak tahu bagaimana kondisi Mora. Dimana dan sedang apa Mora. Kadang ia harus menutupi wajah sembap karena membayangkan persahabatan yang putus begitu saja. Pedih sekali perasaan Ami.
Ami tak pernah membayangkan dirinya akan ditinggalkan sahabat yang benar-benar disayanginya. Sahabat yang selalu sabar mendengarkan keluh kesahnya, yang selalu jadi orang pertama saat Ami punya kabar bahagia. Hatinya selalu perih jika mengingat itu semua. Sedikit pun ia tak menginginkan Mora menjauh.
Dalam hati ia panjatkan doa tulus untuk Mora.
"Ya Allah, dimana pun Mora berada beri keselamatan padanya. Lindungi dan iringi selalu langkahnya." Bisik Ami. Air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya segera ia seka dengan jemari lentiknya. Sambil membatin "amin", Ami mengusap wajahnya.
Hingga lima tahun berlalu, waktu dimana Ami menata hati. Ia menolak persahabatan lain, sampai seorang lelaki dari masa lalunya meminang. Lelaki ini baik. Ami tak bisa menolaknya. Bahagia dan sedih muncul dalam benak Ami secara bersamaan. Jelas Ami bahagia untuk pinangan ini, tapi juga sedih karena tak bisa membaginya pada Mora. Sekali lagi, Ami patah hati. Mora seharusnya ikut berpose dalam album pernikahan Ami.
Mora!
Bahkan sampai satu tahun pernikahan Ami dengan lelaki baik itu, Mora tak pernah muncul. Garis hidupnya bagai menjauh dari peredaran Ami. Semakin sukar di jangkau.
Saat ini modal Ami hanya nomor ponsel lama Mora. Ami tahu persis, Mora tak akan pernah menggantinya. Meski ponselnya pernah hilang berkali-kali, Mora tetap kembali melakukan aktivasi nomor yang sama.
Belakangan Ami mencoba lagi menghubungi nomor itu. Masih aktif. Tapi tak pernah sekali pun ada jawaban. Ketika dikirimi pesan melalui whatsapp pun hanya ada laporan terkirim. Tak pernah dibaca.
Ami memutar-mutar ponselnya. Layarnya kini meredup lalu berubah hitam dalam beberapa detik. Sadar usahanya sekarang pun akan sia-sia. Tangannya cekatan membuka aplikasi lain. Melupakan niatan menghubungi Mora yang hampir ia lakukan.
Ami tak pernah berniat melupakan Mora, tapi perempuan itu kini hanya mampu meluapkan persahabatannya dalam doa-doa. Semoga Mora sehat selalu.
Suasana rumah yang lengang membuatnya teringat pada sosok berkacamata itu. Jika boleh dikatakan, Ami rindu. Meski pernikahannya dengan pujaan hati sudah berjalan satu tahun, tapi tak membuatnya melupakan seseorang yang dulu pernah mengisi ruang persahabatannya.
Mora. Nama itu jelas berada dalam kontak ponselnya. Sejak tadi Ami hanya menaik-turunkan keypad ponsel agar nama itu terus berada dalam jangkauan matanya.
Sejak enam tahun lalu Mora tak pernah menghubungi Ami. Setiap Ami mulai menghubunginya, Mora tak pernah merespon. Satu tahun pertama Ami terus-terusan mencari Mora. Bertanya pada sepupu Mora, teman-teman SMA, sampai berkali-kali menghubungi lewat media sosial Mora.
Nihil. Mora sama sekali tak ditemukan.
Ami sama sekali tak tahu bagaimana kondisi Mora. Dimana dan sedang apa Mora. Kadang ia harus menutupi wajah sembap karena membayangkan persahabatan yang putus begitu saja. Pedih sekali perasaan Ami.
Ami tak pernah membayangkan dirinya akan ditinggalkan sahabat yang benar-benar disayanginya. Sahabat yang selalu sabar mendengarkan keluh kesahnya, yang selalu jadi orang pertama saat Ami punya kabar bahagia. Hatinya selalu perih jika mengingat itu semua. Sedikit pun ia tak menginginkan Mora menjauh.
Dalam hati ia panjatkan doa tulus untuk Mora.
"Ya Allah, dimana pun Mora berada beri keselamatan padanya. Lindungi dan iringi selalu langkahnya." Bisik Ami. Air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya segera ia seka dengan jemari lentiknya. Sambil membatin "amin", Ami mengusap wajahnya.
Hingga lima tahun berlalu, waktu dimana Ami menata hati. Ia menolak persahabatan lain, sampai seorang lelaki dari masa lalunya meminang. Lelaki ini baik. Ami tak bisa menolaknya. Bahagia dan sedih muncul dalam benak Ami secara bersamaan. Jelas Ami bahagia untuk pinangan ini, tapi juga sedih karena tak bisa membaginya pada Mora. Sekali lagi, Ami patah hati. Mora seharusnya ikut berpose dalam album pernikahan Ami.
Mora!
Bahkan sampai satu tahun pernikahan Ami dengan lelaki baik itu, Mora tak pernah muncul. Garis hidupnya bagai menjauh dari peredaran Ami. Semakin sukar di jangkau.
Saat ini modal Ami hanya nomor ponsel lama Mora. Ami tahu persis, Mora tak akan pernah menggantinya. Meski ponselnya pernah hilang berkali-kali, Mora tetap kembali melakukan aktivasi nomor yang sama.
Belakangan Ami mencoba lagi menghubungi nomor itu. Masih aktif. Tapi tak pernah sekali pun ada jawaban. Ketika dikirimi pesan melalui whatsapp pun hanya ada laporan terkirim. Tak pernah dibaca.
Ami memutar-mutar ponselnya. Layarnya kini meredup lalu berubah hitam dalam beberapa detik. Sadar usahanya sekarang pun akan sia-sia. Tangannya cekatan membuka aplikasi lain. Melupakan niatan menghubungi Mora yang hampir ia lakukan.
Ami tak pernah berniat melupakan Mora, tapi perempuan itu kini hanya mampu meluapkan persahabatannya dalam doa-doa. Semoga Mora sehat selalu.
Greget sama alur critanya, kmana perginya moraa yah?
BalasHapusAku juga gak tau mbak.. tapi semoga Mora baik baik aja :')
HapusMira...snkatan nama sahabatku ini
BalasHapusSahabat itu memang sulit tergantikan. Apalagi yang hadirnya tak hanya sebagai rekan tapi juga keluarga. :')
BalasHapusAlur yang menarik dan penuh intrik....cerita penuh tebakan...Hilangnya Mora bersamaan dengan datangnya pinangan? Apakah saling berkaitan? Semoga lelaki yg mendekati Ami berterus terang...apa sebenarnya yg terjadi...heehe....
BalasHapusBanyak tekateki nih. Penasaran sama mora dan peminangnya. Yg satu sahabat lama, yg satu lelaki masa lalunya. Apa mereka saling kenal? :|
BalasHapusakhir ceritanya digantung, keren. bahasannya jg mengalir, asyik
BalasHapusMora menghilang, semoga kembali yaaa
BalasHapusEnding terbuka....suka-suka yg baca
BalasHapusAamiin semoga si mora sehat selalu :D
BalasHapusMora ... Mora ... Dimanakah kau berada?
BalasHapusMora sembunyi di tempatku. Wkwkwk...
BalasHapusmending jangan pake nama Mora.....pake Sinta lebih keren :v
BalasHapusDuh gantung nih, bikin penasaran....
BalasHapusAda Apa dengan Mora?
BalasHapusMora kenapa? Mungkin mora lagi somse.
BalasHapusCeritanya ok, keren, bikin penasaran.
Mora? mana Mora?
BalasHapusEh nyatanya dia ngumpet di balik pintu depan
Tengah malem senen ada yang ngetok, kenceng banget
Pas dibuka, Mora hanya tinggal kepala
wkwk
Mora akhirnya kemana???
BalasHapusHueeeeee moraaaaa ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapusMora ðŸ˜
BalasHapusoh Mora...dimana dirimu
BalasHapusOh Mora, kembalilah cepat kembali
BalasHapusLanjuttt
BalasHapusMora... Entah dmna? Semoga engkau baik baik saja ya....
BalasHapusAlur ceritanya keren, bikin penasaran. Akhir yg menggantung, pembaca pasti penasaran dan ingin tahu lanjutan ceritanya..
Btw, mangkuk di sidebar itu beli di mana ya? Hehe
Jadi, mora udah ketemu belum mbak?😯
BalasHapusDi dunia nyata udah ketemu mbak. Hehehe... Alhamdulillah dia baik2. Lagi cari jodoh..
HapusJalan ceritanya penuh warna,,penasaran endingnya
BalasHapussungguh memukau dalam memainkan kata. semangat terus kak. hihi
BalasHapus