SEPENGGAL KISAH DENGAN HERYATI PUSPITASARININGSIH

Bismillah

Ini hanya penggalan kisah tentang sebab aku menangis malam ini. Karena rindu, sesal, dan harapan yang saling berpautan.

***

Dulu dia adalah perempuan dengan tubuh mungil dan berkacamata. Sampai sekarang tampaknya tubuh mungilnya masih sama, hanya saja saat ini sudah tidak berkacamata.

Sapaannya Pita. Iya, gadis bertubuh mungil itu bernama lengkap Heryati Puspitasariningsih. Cukup panggil 'Pita' dan dia akan menoleh mencari sumber suara dengan wajah ingin tahu.

Jujur saja aku sudah lupa bagaimana pertemuan pertama kami. Yang pasti kami sama-sama mahasiswa angkatan 2009 jurusan Pendidikan Sejarah di UPI. Ya, satu kelas.

Dia adalah penggemar berat negara Jepang, hampir tidak nasionalis. Seperti orang jatuh cinta yang buta, dia selalu membicarakan Jepang begini dan begitu, Jepang bisa ini dan itu, Jepang bla bla bla. Apalah Jepang bagiku saat itu, karena aku tak benar-benar paham. Aku hanya bisa mendengarkan. Sekarang mungkin sudah tidak lagi.

Aku tidak ingat berapa kali kami berada dalam satu kelompok yang sama di perkuliahan, berapa kali mengerjakan tugas bersama, makan bersama, tertawa bersama, dan... ah, rasanya memang tak terhitung. Belum lagi langkah-langkah kaki kami yang berayun bersama masuk-keluar ruang kuliah, ruang dosen, perpustakaan UPI, Palasari, Masjid UPI, kosan 84B, warteg Harapan Jaya, jajan di sepanjang jalan Gegerkalong, menerjang banjir di jalan Setiabudi, belum lagi praktikum ke berbagai kota di pulau Jawa. Sayangnya aku tidak ikut praktikum paling langka karena sakit. Ke suku dalam Badui, Banten.

Persahabatan kami tidak pernah ada mulanya, tidak pernah ada ikrarnya, tidak pula penanda berupa barang atau aksesoris. Kecuali gantungan ponsel ikan berwarna kuning dari Dinan (sampai hari ini masih kusimpan untuk kenang-kenangan) dan sepatu boots dengan heels tujuh senti yang paling memalukan sedunia (waktu itu kami mengenakannya bersama-sama dengan bangga karena masih belum insyaf). Menggelikan sekaligus mengerikan memang.

Pembicaraan artis-artis Korea yang sedang hits juga selalu menjadi perbincangan seru kami. Di atas motor, saat jalan kaki, atau di angkot. Ada kesenangan tersendiri saat berbicara dengan Pita. Matanya selalu membulat dan serius mendengarkan saat sedang bicara dengan orang lain. Ia bukan maniak gadget. Jadi, bicara serius dengannya tidak akan terjeda oleh notifikasi facebook atau chat lainnya. Menyenangkan!

Setiap kali uang bulananku menipis, Pita bersedia membagi bekalnya denganku. Bahkan sering juga ia membawa dua bekal, satu untukku dan satu untuknya. Yang istimewa, Pita yang memasaknya sendiri. Agak malu rasanya, tapi rupanya itulah salah satu rezeki yang dititipkan Allah melalui persahabatan kami.

Kadang-kadang aku menghabiskan libur akhir pekan dengan menginap di rumahnya, di Cimahi. Pita begitu mirip mamanya, cara bicaranya, tatapan matanya, semua sangat mirip. Bukan hanya aku, beberapa kawan kami pun turut serta menginap di sana. Lalu setelah dipikir lagi, kami telah menghabiskan waktu yang sia-sia karena beramai-ramai menginap di sana hanya untuk nonton drama Korea atau video konser artis-artis Korea favorit kami. Rasanya aku harus menertawakan (baca: menyesali) perbuatan itu sebagai wujud pertaubatan.

Aku lulus duluan! Pita masih dalam tahap menyusun skripsi. Bukan karena aku tak memiliki rasa solidaritas, tapi 'jenis' skripsi kami yang berbeda membuat perlakuannya pun berbeda. Aku mengambil 'jenis' skripsi yang mudah untuk dilaksanakan dan Pita memilih 'jenis' yang kurang bersahabat. Ah, bagiku begitu karena aku mungkin tidak akan sanggup melakukannya.

Apakah kami pernah bertengkar, saling tak acuh?

Pertanyaan itu akan cukup lama kupikirkan. Mungkin pernah merasa kesal satu sama lain, tapi kurasa kami sudah saling memaafkan sebelum ada yang minta maaf. Atau mungkin juga memang tidak ada yang perlu dimaafkan karena kami lebih sering menertawakannya lalu melakukan perayaan di kolam renang kampus.

Pita, apakah kamu pernah marah padaku? (Jawabannya mohon melalui jaringan pribadi).

Sejak lulus kuliah, aku pulang ke kota asalku. Kami mulai jarang kontak. Hanya sesekali kami bertukar kabar, bercerita tentang kesibukan masing-masing. Tidak sering. Hanya jika merasa rindu atau tiba-tiba terbersit namsnya. Dan tidak sedikit pun terbersit mempertanyakan bagaimana nasib persahabatan kami. Biar urusan itu Allah yang menjaganya.

Desember 2015 aku melepas masa lajang. Kejutan menyebalkan saat ia bilang tak bisa datang, tapi malah muncul di album pernikahanku. Aku sangat berterima kasih. Sungguh aku amat berterima kasih karena ia menganggapku begitu spesial. Karena bukan hal yang mudah harus pergi ke kota udang yang panas membakar kulit hanya untuk melihatku mengenakan setelan pengantin berwarna merah terang di hari akad. Dia tidak biasa memberi kejutan. Tapi kehadirannya adalah kado yang indah dalam sendi-sendi kehidupanku.

***

Pita membawa kabar bahagia beberapa minggu lalu. UNDANGAN PERNIKAHAN. Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah wa syukurillah. Barakallah... aku tak berhenti mengucap syukur. Sungguh, Pita menikah dalam situasi yang lebih baik dariku. Insyaallah. Pita akan lebih matang dan mantap menjalaninya karena ia melakukan lompatan hijrahnya sebelum bertemu pangeran impian yang saleh.

Menyesal aku harus mengatakan ini, aku tidak dapat hadir di hari bahagianya. Sungguh aku menyesal harus melewatkan saat-saat sakral sahabat yang sudah tulus membagi waktu dan kasih sayangnya selama ini, yang kuyakini selalu ada aku dalam doa-doanya.

Pita, apakah kamu kecewa?

Maafkan, sungguh...

Jika kamu tahu betapa aku menyayangimu seperti saudara kandungku sendiri. Juga aku yang tidak pernah meragukan kasih sayangmu padaku. Serta rasa sedih yang seminggu terakhir mengusikku kini harus kuungkapkan.

Sungguh aku bahagia atas janji suci yang akan dilaksanakan 16 Desember ini. Doaku memelukmu, Pit. Berbahagialah.

Komentar

  1. masya Allah ragil... jangan terlalu kepikiran... do'a dari agil adalah kado terbaik buat aku... insya Allah kita selalu ada dalam ikatan ukhuwah yg diridhoi Allah. Gk apa-apa gil kita jarang bertemu saat ini, tapi semoga di surga kelak Allah meridhoi kita bertetangga dan bisa bertegur sapa dan melepas rindu setiap hari...

    Agiiiil kangen!!!! Makasih banyak atas semua nya...
    salam rindu selalu dari saudarimu yg insya Allah jadi tetanggamu di surga kelak. Amiiin.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS