RAHASIA - Eps. 12


"Mereka mungkin sudah berbaikan, So," Preu mencoba berbaik sangka.

"Tapi, apa Gai nggak trauma, Preu," bantah Sora.

Preu menggeleng. Mereka tidak tahu pasti bagaimana hubungan Gaitsa dengan suaminya. Entah dari mana datangnya, ada rasa cemas yang menyusup di perasaan  Sora. Naluri keperempuanannya terusik dengan kejadian kekerasan yang dialami Gaitsa.

"Lagi pula, suaminya pengusaha yang punya hubungan dekat dengan mafia hukum. Akan sulit mambantu Gaitsa lepas dari jeratnya." Kalimat Preu membuat Sora tertegun.

Ia baru tahu tentang hal ini. Malang sekali nasib wanita pucat itu, batin Sora.

"Bisakah kita menghubungi Gai? Bukankah kamu punya nomor kontaknya?" Tanya Sora.

Preu mengangguk. Ia merogoh saku celana dan mengecek kontak Gaitsa.

"Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau..." begitu jawaban operator.

Preu mengetuk tombol merah.

"Nomornya tidak aktif," Preu mengunci layar ponsel dan memasukkannya kembali ke saku.

Sora menggigiti bibir. "Kita tengok ke rumahnya, Preu?" Usul Sora.

"Kamu yakin?" Wajah Preu terlihat ragu.

Sora mengangguk. Demi melihat wajah optimis Sora, Preu akhirnya setuju. Meluncurlah keduanya ke sebuah rumah minimalis bercat biru.

Rumah itu sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan si empunya rumah. Wajah Sora terlihat kecewa. Keadaan sekitar saat itu sepi. Tidak ada orang lewat atau warga setempat yang bisa ditanyai.

"Sebaiknya kita pulang, So." Ajak Preu.

Sora menyetujuinya dengan mengikuti langkah Preu menjauhi bangunan tersebut. Tidak ada alasan untuk tetap berada di sana.

***

Sampai beberapa hari ke depan, tetap tidak ada kabar dari Gai. Wanita pucat itu seperti hilang di telan bumi. Sora seharusnya lega, setidaknya Preu tidak perlu berhubungan dengan sosok masa lalu yang butuh rasa iba dan kasih sayang terlarang. Tapi kehidupan Gai sebagai wanita terasa menyakitkan bagi Sora.

Meja nomor tiga itu kosong. Lebih sering diisi oleh pengunjung di sore atau malam hari karena suasana yang sejuk. Sora sering menatapnya, juga menatap toko kue di seberang jalan. Ibu Pilly seharusnya tahu di mana putrinya saat ini. Tapi menurut cerita Gai, ibunya tidak pernah mau dihubungi selama tiga tahun terakhir.

Kehidupan Sora dan Preu kembali normal. Normal dalam arti sebenarnya –  Preu yang tidak pernah ingkar janji dan selalu menyenangkan, juga Sora yang kembali menjadi sosok yang tak banyak curiga. Meski masih banyak tanya yang berkecamuk di kepala Sora perihal Gai. Pembicaraan tentang Gai menguap seiring berjalannya waktu. Tidak banyak perkembangan informasi tentang Gai. Pembicaraan perihal wanita pucat itu perlahan tidak banyak mendapat tempat dalam perbincangan antara Sora dan Preu.

***

Enam bulan kemudian. Hari ulang tahun Sora.

Gerimis mengguyur jalanan kota. Sora mengeluh sakit kepala. Pagi tadi ia juga sempat muntah-muntah, tapi meyakinkan sang suami untuk tetap berangkat kerja karena ada meeting penting dengan klien besar.

“Aku akan pulang secepatnya begitu meeting selesai,” wajah Preu cemas.

Sora mengangguk. Setelah minum teh aroma melati yang cukup menenangkan, Sora bisa beristirahat dengan tenang. Ia merebahkan diri di atas ranjang, menyelimuti tubuhnya yang sedikit menggigil. Ia sempat membaca beberapa artikel majalah wanita yang sengaja Preu bawakan untuk mengusir bosan. Sebuah judul artikel kesehatan menarik perhatiannya. Dibacanya pelan-pelan hingga habis beberapa paragraph dalam artikel tersebut. Sora merasa ada sesuatu yang harus ia lakukan untuk memastikan kebenaran tentang gangguan tubuhnya. Tapi sakit kepala yang menyerang tak mengijinkan dirinya melakukannya saat itu juga. Sora memutuskan untuk tidur lebih dulu.

Setelah tertidur selama dua jam, Sora terjaga dengan kondisi lebih baik. Sakit kepalanya mereda. Ia memeriksa ponsel. Ada tiga pesan singkat dari Preu.

“Gimana kondisimu, Sayang? Sebentar lagi meetingnya mulai. Agak gemetar.”

“Presentasiku sukses :D sudah baikan Sayang? Sepertinya aku akan pulang cepat.”

“Sayang…”

Sora membalas pesan-pesan itu sambil tersenyum.

“Aku sudah baikan. Sebaiknya kamu cepat pulang. Aku merindukanmu.”

Sora mencari sesuatu di laci meja rias. Benda itu sudah lama tak disentuhnya. Bungkusan berbentuk persegi panjang berwarna biru muda dengan gambar bunga-bunga berwarna jingga. Tidak sulit menemukan benda itu. Sora menyimpannya di kotak khusus karena benda itu memiliki fungsi istimewa dalam hidupnya sebagai wanita. Sora menggigit bibir bawah memandangi benda persegi panjang tersebut. Ia menimbang-nimbang tapi lebih banyak keraguan yang meliputi kepalanya.

Setelah vonis dokter, Sora cemas menggunakan benda di dalam bungkusan persegi panjang tersebut. Meski begitu, ia tetap menyimpan harapan agar benda tersebut memberi hasil yang baik. Setelah menimbang selama hampir sepuluh menit, ia kemudian memutuskan untuk menggunakannya.

“Harus, Sora.” Gumamnya sambil menggenggam bungkusan berbahan kartu tersebut.

***

Sora’s Note
Dalam beberapa bagian kehidupan selalu ada rahasia yang disembunyikan Sutradara Alam. Termasuk bagaimana nasib orang-orang yang sempat singgah dalam kehidupan orang lain. Kadang manusia terlalu terburu-buru untuk mencari tahu, padahal ada waktu yang lebih baik untuk itu. Atau ada saat-saat yang lebih indah, tetapi manusia terlalu bernafsu untuk mendapatkannya sekarang juga.

TAMAT

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS