KAWAN OM TORO

Laki-laki bertubuh besar dengan jaket hitamnya membawa Vario putih ke pekarangan depan rumah. Dengan tenang ia membuka helm serta jaket tebal yang membuat tubuhnya semakin besar lalu menggantungnya di stang kendali. Aku sempat tersenyum sekilas, tapi... eh pria itu sama sekali tak peduli keberadaanku yang baru saja buang sampah ke dalam tong besar di pojok depan pekarangan.

Aku menggerutu dalam hati. Ck, sopan sekali! Sudah numpang parkir, nggak permisi pula. Keluh batinku.

Pria itu adalah kawan tetangga kami, Om Toro. Rumahnya berseberangan dengan rumah kami tapi berada agak di depan, berdampingan dengan toko besar di pinggir jalan. Kawannya ini sering parkir di pekarangan rumah kami saat bertandang ke rumah Om Toro. Entah siapa namanya.

Rumah-rumah penduduk di gang ini hanya beberapa yg memiliki pagar, terutama rumah-rumah berukuran besar dan memiliki pekarangan luas. Rumah kami termasuk besar tapi pekarangannya kecil, ditambah lagi terhubung langsung dengan pintu belakang Balai Pertemuan Kampung - lebih sering disebut Baperkam - yang tepat berada di depan rumah. Rasanya agak kurang etis jika kami membuat pagar demi sepetak pekarangan. Jadilah pekarangan yang terbuka dan sering dijadikan tempat parkir terutama jika ada acara-acara yang berlangsung di Baperkam.

Kembali bicara soal kawan Om Toro. Wajahnya sangar dengan kulit sawo matang yang terlampau gelap. Tubuhnya besar dan tinggi dengan perut buncit khas pria berusia empat puluhan atau lebih. Dengan potongan rambut khas tentara, ia mungkin cocok dalam seragam pasukan perang senior.

Ia berkunjung ke rumah Om Toro dalam waktu yang cukup lama. Bisa dua sampai empat jam dalam setiap kunjungan. Ya, menurutku sangat lama untuk ukuran kunjungan ke rumah kawan yang hanya diisi ngopi, kepulan asap rokok, dan perbincangan yang terdengar tidak penting. Duduk-duduk di bawah pohon mangga rindang yang tumbuh di pekarangan rumah Om Toro bersama beberapa kawan lainnya.

Sesudah menghabiskan kopi dan rokok, mereka - kawan-kawan Om Toro - kemudian pulang. Termasuk kawan Om Toro yang parkir di pekarangan rumah kami. Ia juga tidak akan berpamitan atau mengucapkan terima kasih sebelum membawa Varionya menjauh dari rumah kami. Lalu menyisakan Om Toro yang sibuk membereskan cangkir-cangkir dan sampah cemilan mereka sendiri karena istrinya pergi bekerja.

Hari itu, tanpa sengaja aku bertemu dangan kawan Om Toro di pekarangan rumah. Ia hendak mengambil motornya yang, seperti biasa, diparkir persis di depan taman kecil yang ditumbuhi tanaman hias merambat. Aku baru akan mengambil sapu lidi di dekat pintu masuk garasi.

"Eh, pulang Om?" Sapaku.

Pria itu mendelik sebentar. Aku sempat bergidik melihat tatapan matanya yang kemerahan. Duh, aku salah ngomong, ya. Keluhku dalam hati.

"Iya, mendung," balasnya sambil menatap langit yang mulai kelabu.

Suara berat khas bapak-bapak itu menggaung di telingaku. Aku bengong saat melihat bagian ujung lengannya sedikit terlipat, membuat sesuatu terlihat jelas di sana.

Pria itu sudah siap mengemudikan Varionya, "mari, Dik." Ia pamit dengan malu-malu. Tatapan matanya cenderung mengarah ke tanah saat pamit.

Aku mengangguk pelan sambil memegangi sapu lidi. Pria berkulit gelap itu melesat ke jalanan sedetik kemudian. Puh, ia cukup pemalu untuk ukuran pria sangar dengan tato di lengan kanannya.

Komentar

  1. Om itu segan kali sama orang cantik yang negur 😂

    BalasHapus
  2. DIa kenapa yaah?

    Koreksi dikit mba..

    Ia hendak mengambil motornya yang, seperti biasa, diparkir persis di depan taman kecil yang ditumbuhi tanaman hias merambat.

    Penempatan komanya kurang tepat, mungkin koma yg pertama bisa ditempatkan stlah kata motornya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tp bisa benar juga, krn penekanannya pd seperti biasa. kalo stlh motornya jd agak kaku.

      begitu mngkin.

      Hapus
    2. Iya mba.. itu penekanan. Aku sering baca di cerpen-cerpen gitu.. hehe

      Hapus
  3. tanda 'dash' pd pengulangan kata msh banyak yg tdk sesuai, kebiasaan nulis d WhatsApp, ada kata yang, menjadi yg

    #hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS