IJIN

"Aku mau main ke tempat Ibu, boleh?" tanganku masih bergerak merapikan pakaian. Gerakan tanganmu berhenti dua detik, lalu kembali bergerak. Tak ada jawaban. Kamu bolak-balik keluar-masuk kamar. Membicarakan hal lain dengan Tuan Kepala.

Ranselmu sudah siap di tepi ranjang. Aku termangu. Masih menunggu jawaban. Kamu masih sibuk mondar-mandir. Lalu berdiri di depan ransel, membongkar beberapa barang.

"Kenapa?" Tanyaku tak bersemangat.

"Bawa nggak, ya." katamu yang lebih mirip gumaman. Bertanya pada diri sendiri. Menimbang-nimbang.

"Memangnya kenapa?" Kutanya lagi.

"Buat ngusir bosan," tanganmu bergerak lagi mengeluarkan dua benda besar dari tas.

"Bawa buku aja," tanganku mengibaskan lipatan selimut.

Kamu diam, tanpa suara membawa dua benda besar itu keluar dari kamar. Aku hanya melihat kelebatanmu. Menghembuskan napas setengah kesal. Jengah dengan tingkahmu.

Kamu ke kamar lagi. Merapikan tas ransel yang resletingnya masih melongo.

"Boleh nggak?" Suaraku agak tertahan.

Kamu berbalik badan. Bercermin.

"Iya," tanganmu bergerak-gerak merapikan rambut. Kamu menjawabnya seperti orang malas bicara.

Kamu sudah berdiri di depan ransel, mengambil napas sejenak, "kalo bilang dari kemarin, kan aku bisa anter pagi-pagi," kamu terdengar kesal. "Sekalian nginep, besok siang dijemput." Lanjutmu.

"Waktu itu katamu nggak boleh nginep," sergahku pelan. "Aku cuma mau main, nggak akan nginep." Lanjutku.

Kamu diam. Wajahmu seperti memikirkan sesuatu yang mengganggu. Aku cemberut.

"Ya udah aku nggak usah kemana-mana, di rumah saja." Kataku cepat.

Situasi menyebalkan ini sangat menggangguku. Padahal ia tahu aku tak tahan berada disini kalau ia tak ada. Tapi masih saja berusaha menahanku.

"Jam berapa mau kesana?" Tanyamu sambil mengambil topi yang digantung di depan kalender. "Naik taksi aja kalo gitu," tambahmu.

"Jam sembilan mungkin," jawabku cepat. Takut kamu berubah pikiran.

"Ya sudah, aku berangkat ya," tanganmu cekatan memakai ransel yang dari tadi nangkring di pinggir ranjang.

Kamu buru-buru mencium keningku lalu keluar kamar. Aku mengikutimu dari belakang. Mengantar kepergianmu pagi itu dengan senyum yang kupaksakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS