CERITA CINTA DI SEKOLAH (episode 2)

#cerbung

Oleh: Agil Uin

Hari ini jadwal pelajaran komputer di kelasku membahas materi jaringan LAN. Materi ini sama sekali tidak menarik bagiku. Aku lebih suka membahas rumus-rumus dalam Microsoft Excel. Tapi suka atau tidak, aku tetap harus mengikutinya.

Kang Pandu yang mengajar di kelasku meminta seluruh awak kelas pindah ke laboratorium komputer.

Aroma karbol wangi langsung menguar begitu aku memasuki ruangan ini. Mas Ruli terlihat sedang memeriksa kesiapan beberapa komputer. Saat melihat sosok Kang Pandu di belakang rombongan kami, lelaki berjenggot tipis itu memberi kode, membuat tanda bulat dengan telunjuk dan jempolnya.

Tidak banyak siswa kelasku yang menyapa Mas Ruli. Kebanyakan memang tidak terlalu mengenal sosoknya. Termasuk aku.

Waktu dua jam pelajaran yang dihabiskan untuk mempelajari cara kerja jaringan LAN pada komputer terasa lama sekali. Bukan karena cara mengajar Kang Pandu membosankan, hanya saja materi ini sulit kucerna.

Mas Ruli mondar-mandir membantu Kang Pandu mengawasi kami melakukan praktik jaringan LAN. Aku sesekali melirik lelaki hitam manis itu. Ia beberapa kali menegur siswa laki-laki yang bermain-main dengan gulungan kabel di pojok ruangan.

"Ada yang belum ngerti?" Mas Ruli sudah berdiri di sebelahku.

"Sudah, Mas," jawabku singkat.

Dering bel tanda jam pelajaran kedua selesai terdengar nyaring. Rasanya lega bisa melewati materi ini. Aku didaulat untuk membantu Kang Pandu mengumpulkan buku praktik dan membawanya ke meja Kang Pandu di kantor guru.

"Kamu yang kemarin sama Intan ke sini, kan?" Mas Ruli duduk di meja komputer paling depan.

"Iya, Mas," tanganku sibuk menyusun buku-buku praktik.

"Betul, Kang. Ini yang kemarin ngetawain saya," Mas Ruli pura-pura mengadu pada pengajarku.

Aku hanya menyeringai.

Kang Pandu tertawa, "masa iya, No? Terusin aja," candanya.

"Harusnya dapet remedial, Kang." Usul Mas Ruli. "Siapa namanya?"

"Bano." Jawabku.

"Siapa?"

"Bano, Mas!" Ulangku dengan suara lebih kencang.

"Kayak nama cowok, sih," matanya menatapku heran.

Aku hanya tersenyum. Setelah sedikit basa-basi, aku cepat-cepat mengikuti langkah Kang Pandu. Aku sudah terlambat empat menit untuk kelas berikutnya.

***

Di hari lain aku meminta ijin pada guru piket pergi ke rental komputer di seberang sekolah saat jam pelajaran masih berlangsung. Aku harus mencetak beberapa lembar tugas yang harus dikumpulkan setelah jam istirahat. Setelah mendapat ijin, kakiku segera melangkah ke depan sekolah. Tapi belum sampai gerbang, mataku menangkap pintu rukonya tidak terbuka. Duh, tutup, keluhku.

"Mau ngapain, Neng?" Tanya pak satpam yang sedang berjaga di posnya.

"Nggak jadi, Pak!" Seruku. Kakiku segera kembali memasuki area bangunan kelas.

Tanganku memutar flasdisk yang sejak tadi berada di saku rok abu-abu. Mau cetak dimana ini? Keluhku. Saat kakiku sudah mendekati kantin, seseorang berjalan mensejajariku.

"Hayo! Bolos, ya," seru Mas Ruli.

"Enggak," kataku separuh tak terima.

Mas Ruli menyeringai. "Terus mau kemana? Mondar-mandir aja dari tadi."

"Mau ngeprint, tapi rental depan tutup." Jawabku apa adanya.

"Banyak?"

"Empat lembar."

"Berwarna nggak?"

"Item aja," aku sudah sampai di belokan menuju kelas.

"Di lab aja kalau mau."

Kakiku kontan berhenti. "Boleh, Mas?" Mataku membulat.

"Iya," Mas Ruli tersenyum sambil mengangguk. Ia sudah memasuki laboratorium komputer.

Pelan-pelan aku memasuki lab. Sepi. Hari itu tidak ada kelas yang menggunakan lab komputer untuk praktik. Mas Ruli menyalakan komputer paling depan dan printer di sebelahnya.

"Bisa sendiri, kan?" Tangan Mas Ruli mengambil beberapa lembar kertas dari laci penyimpanan dan menyusunnya di lubang alat cetak.

"Bisa," jawabku ragu-ragu.

Pria jangkung itu kemudian duduk di meja komputer lain, mengawasiku sambil entah melakukan apa dengan komputer di depannya. Sesekali ia menekan tombol-tombol keyboard dan menggerak-gerakkan mouse.

"Bano, tuh rumahnya di mana?" Mas Ruli mulai bertanya.

Kami kemudian terlibat percakapan menarik. Di tengah percakapan Mas Ruli sering berkelakar dan membuatku terpingkal-pingkal.

Asyik sekali bisa bicara dengan pengajar seperti mengenal teman sebaya. Tidak ada rasa canggung atau takut saat harus berhadapan seperti ini.

Tapi, hey, ada perasaan seperti candu! Perasaan macam apa ini?

Bersambung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS