DONGENG

Sumber Gambar: pinterest.com

Aku melempar pandangan ke luar. Jendela kaca besar di samping ranjang membuatku leluasa memandangi bintang-gemintang serta bulan yang bersinar apik menyemarakkan malam. Langit malam yang cerah begini membuka kesempatan bagiku untuk menerobos ingatan masa lalu sebelum perasaan hampa menggelayuti hidupku yang sekarang. Tentang lelaki bertubuh kekar yang selalu melindungiku. Papa. Ya, Papa.

Malam selalu menjadi pertemuan klasik antara anak perempuan dengan papanya. Sebelum tidur si anak perempuan akan merengek minta dibacakan dongeng. Lalu dengan tampang lucu Papa akan pura-pura salah mengambil judul buku dongengnya. Dengan mata berbinar meski setengah mengantuk, anak perempuan itu akan menegakkan kepalanya. Berusaha antusias dengan suara Papa yang terdengar begitu keren saat memulai ceritanya.

Alkisah, di suatu negeri tinggallah seorang gadis cantik yang baik hati. Gadis itu bernama Bella. Ia tinggal bersama ibu tiri yang jahat. Setiap hari Bella harus bekerja di ladang dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan ibu tirinya hanya duduk-duduk dan bersantai sambil memarahi Bella jika gadis itu berbuat kesalahan.

Suatu hari Bella diperintahkan oleh ibunya untuk mencari buah Arbei langka di hutan terlarang. Bella tidak bisa menolaknya. Ia pun berangkat dengan berat hati. Sesampainya di hutan terlarang, Bella membuat tanda jalur yang ia lewati dengan menjatuhkan kacang-kacangan agar mudah mencari jalan kembali. Setelah menemukan pohon Arbei yang dicari, ia pun bergegas memetiknya. Dikumpulkan di dalam kantung kain khusus yang sudah ia siapkan dari rumah. Usai memetik buah Arbei, Bella memutuskan untuk langsung kembali. Hari sudah sore dan ia harus sampai di rumah sebelum malam tiba.

Namun betapa terkejutnya Bella saat mencari kacang-kacangan yang ia jatuhkan sebagai tanda jalan kembali hilang. Ia tak menemukannya satu pun.

“Kemana semua kacang yang kujatuhkan?” keluhnya.

Bella terus berusaha mencari. Alih-alih menemukan kacangnya, ia malah semakin jauh masuk ke dalam hutan. Kini suasana hutan semakin gelap. Bella ketakutan. Pikiran kalut membuatnya tidak dapat berpikir jernih. Bella hanya bisa terus menyusuri hutan, berharap segera menemukan jalan keluar dari hutan. Ia berjalan sampai kelelahan. Kakinya lemas.

Bella jatuh tersungkur. Matanya mulai buram. Sebelum pandangannya benar-benar gelap, Bella masih sempat menangkap makhluk hitam yang lamat-lamat melompat-lompat. Mendekati dirinya.


Sampai di sana, anak perempuan itu sudah jatuh tertidur. Lalu Papa akan menaikkan selimut sampai leher dan mengecup kening putrinya. Kisah itu belum selesai. Malam-malam selanjutnya, anak perempuan itu meminta Papa membacakan judul yang sama, lalu ia akan tertidur sebelum kisahnya selesai.

***

Pandanganku masih tertuju pada langit. Kekagumanku pada bintang membuat kantukku pudar. Ingatanku masih bergelayut kuat pada Papa dan dongengnya. Entah di malam keberapa, Papa ingin agar aku mendengarkan kelanjutan kisah si cantik Bella.


Bella tersadar. Matanya terbuka. Di sekelilingnya sudah tak ada lagi pepohonan dan tanaman liar. Yang ada hanya dinding batu dan perabotan klasik. Bella memandangi sekeliling. Dengan tubuh masih nyeri, ia berusaha duduk. Mencari tahu dimana ia berada. Dalam kebingungan Bella dikejutkan sebuah suara pintu yang terbuka.

Seseorang yang… bukan! Sesuatu yang besar akan memasuki ruangan itu. Bella beringsut menjauhi pintu. Tanpa sadar ia sudah berdiri di sudut ruangan dengan tubuh gemetar. Benda besar itu terus bergerak memasuki ruangan. Kini Bella bisa melihat dengan jelas siapa yang masuk.

Seseorang dengan tubuh besar yang dipenuhi bulu, di bagian leher dan kepala bulu-bulu itu lebih lebat, juga ekor yang menjuntai, dan wajahnya mirip singa. Tapi ia memiliki kaki dan tangan seperti manusia dengan kuku panjang. Bella menjerit ketakutan.

“Hei! Tenanglah! Aku tidak akan menyakitimu!” manusia singa itu berusaha menenangkan Bella.

Bella menutup mulutnya. “Kau bisa bicara?!”

Manusia singa mengangguk, “tentu saja.” Wajahnya tertunduk. “Apakah aku seburuk itu?” suaranya terdengar kecewa.

Bella menatap si manusia singa tanpa berkedip. Ia seperti mengenali sosok manusia singa itu. “Siapa namamu?” Tanya Bella.

“Alba.”

Bella menatap manusia singa itu setengah tak percaya. Matanya membulat. Alba adalah legenda. Ia seorang pangeran yang dikutuk menjadi manusia singa menyeramkan, sehingga tidak ada yang berani menjadi kawannya. Bella hampir tidak mempercayainya.

Singkat cerita, Bella bersedia menjadi kawan Alba. Hampir setiap hari ia menemui Alba di hutan terlarang. Hutan yang menurut orang lain ialah hutan mengerikan justru menyenangkan bagi Bella. Alba menunjukkan banyak hal menakjubkan di dalam hutan itu. Sungai Pelangi, Mata Air Emas, Pohon Cemara Hitam yang berkilau, dan hewan-hewan aneh. Mereka terlindung karena tidak ada manusia yang mau masuk ke dalam hutan.

Di hari ke 22, Bella hendak menemui Alba di tempat yang telah dijanjikan. Tapi Alba tidak tampak. Ia malah bertemu seorang pria tampan yang tersenyum ke arahnya. Bella sama sekali tidak mengenalinya. Tapi pria itu sangat mengenal dirinya.

“Kutukan itu hilang, Bella.” ucap Alba senang.

“Benarkah?” Bella hampir tak percaya. Alba mengangguk.

Alba dikutuk sejak usia 17 tahun. Itu sudah lebih dari satu abad yang lalu. Kutukan membuat usianya melambat, sehingga ia masih berusia 25 tahun dalam wujud manusia. Kutukannya akan hilang jika ada seseorang yang dengan tulus menyayangi Alba.

“Terima kasih, Bella.” ujar Alba.

Alba akhirnya bisa hidup normal sebagai manusia biasa meski statusnya bukan lagi pangeran kerajaan. Ia dan Bella kemudian menikah dan hidup bahagia di desa.

Selesai.


Bella beruntung akhirnya bisa menemukan pangeran yang bersedia membuatnya bahagia meski tak bergelimang harta. Berbeda dengan nasibku yang hanya menjadi wanita kedua. Meski kemewahan menghiasi setiap jengkal kehidupanku, menjadi si nomor dua sungguh tak enak. Diam-diam aku mengasihani diri sendiri. Di balik senyum yang terus kupamerkan di hadapan penghuni dunia maya atau kawan-kawan berlabel glamor, aku yang sebenarnya amat menyedihkan.

“Papa pasti membenci hidupku saat ini.” Gumam bibir mungilku sambil berurai air mata.




#30DWC
#Day8
#OneDayOnePost

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS