BIDADARI SEKATI
Peraturan di tanah
Sekati ditentukan oleh Sang Maha Sakti.
Sekali kau melanggar,
kejutan paling dahsyat akan terjadi dalam hidupmu.
Aloy tersenyum menatap pesan singkat yang dikirimkan
pamannya barusan. Tangannya kemudian menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku
celana.
"Ada-ada aja." Gumam Aloy sambil merapikan
perlengkapannya di dalam ransel.
Rencana keberangkatannya ke tanah Sekati hanya untuk
memotret beberapa objek alam. Ia hanya tinggal selama dua atau tiga hari di
sana. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi pamannya berkali-kali melarang
Aloy pergi dengan alasan yang menurut pemuda 28 tahun itu tak masuk akal. Lagi
pula Aloy suka kejutan. Ia malah semakin tak sabar menanti kejutan alam di
Sekati.
***
Sekati ialah sebuah kampung tradisional di sebuah pulau
kecil. Kampung ini memiliki hutan adat yang berada di atas Tebing Sekati.
Jumlah penduduk di kampung ini tidak lebih dari 166 jiwa dan tidak berubah
selama lima tahun terakhir. Aloy memiliki seorang kawan yang merupakan penduduk
asli Sekati. Ia satu-satunya penduduk Sekati yang bisa mengakses internet.
Aloy sangat tertarik memotret keindahan alam Sekati.
Foto-foto di Sekati akan menjadi foto yang paling mahal dalam dunia fotografi.
Aloy sudah berhitung budget yang diperlukan serta jumlah uang yang akan didapat
dari penjualan fotonya. Nilai fantastis itu akhirnya memantapkan Aloy untuk
datang langsung ke tanah Sekati.
Aloy disambut seorang pria bertubuh tegap dengan postur
tubuh mirip tentara, kulitnya coklat keemasan dihiasi tato bergambar seorang
perempuan setengah telanjang di lengan kirinya. Namanya Sera. Ialah kawan Aloy
yang akan menemaninya berburu objek pemandangan indah Sekati.
"Tatomu bagus." Puji Aloy. Ia tampak terpesona
dengan gambar wanita di lengan Sera.
Sera tersenyum tipis. "Kau boleh mengaguminya. Tapi
jangan jatuh cinta padanya." Ucapan Sera terasa seperti gurauan para
bujangan. Aloy tak menyadari bahwa itu adalah sebuah peringatan penting.
Aloy dan Sera berjalan menuju rumah inap di kampung Sekati
dengan menyusuri jalur setapak beralaskan batu-batu mirip paving blok berwarna
hitam mengkilap. Di sisi jalan setapak terdapat tanaman bunga liar yang indah
dipandang mata. Pohon-pohon tumbuh tinggi tanpa aturan di sekitar jalan.
"Silakan istirahat di sini." Sera membuka pintu
rumah.
Tampak rumah ini hanya memiliki satu ruang utama dan satu
kamar mandi. Persis kamar kosan Aloy. Hanya saja perabotan dan arsitektur
bangunannya mengikuti gaya tradisional khas Sekati. Semua berbahan dasar kayu,
seperti bangku panjang yang terbuat dari papan
bertumpuk di salah satu sisi ruangan.
“Bisa kita mulai memotret besok pagi?” Tanya Aloy sambil
menyimpan ranselnya di samping tempat tidur.
“Lebih cepat lebih baik, bukan.” Jawab Sera sambil
menunjukkan kamar mandi.
Setelah cukup melihat-lihat situasi sekitar, Sera pamit
pulang. Hari sudah hampir gelap. Tinggallah Aloy yang sedang membongkar
amunisinya untuk memotret esok hari. Aloy tak sadar bahwa ia sedang diawasi.
***
Ruangan tiga kali tiga itu cukup redup dengan dua lampu
duduk sederhana menempel di dua sisi dinding yang berbeda. Seorang pria tua
berdiri menghadap jendela kaca yang agak kusam, di belakangnya berdiri pula
seorang pria muda.
“Pastikan agar dia tidak melanggar apa pun di sini.” Suara
serak pria berbadan bungkuk itu lebih terdengar seperti sedang mengancam.
Pria muda di belakangnya mendengarkan dengan takzim tanpa
membantah sedikit pun. Setelah tuntas mendengarkan, ia lalu pamit undur diri
dari ruangan tersebut.
***
“Keren!” seru Aloy. Matanya kini sedang menangkap
pemandangan sebuah air terjun yang di bawahnya terpantul sinar keemasan. Kolam
besar yang menampung air terjun setinggi 700 meter itu tampak seperti tambang
emas dari atas. Warna emas berkilaunya membuat Aloy terpesona.
“Ini Air Terjun Bidadari Sekati.” Ujar Sera.
“Ada bidadari beneran?”
“Kalau ada, aku sudah menikahinya, bodoh.” Sera tersenyum
tipis. Aloy terkekeh.
“Lalu kenapa diberi nama Air Terjun Bidadari Sekati?”
Sera menunjuk kolam di bawah, “itu, warna keemasan yang
terpancar adalah gambaran kecantikan bidadari.” Lanjut Sera.
“Boleh kuambil gambar di sini?” Aloy mengangkat kamera yang
sedari tadi digantung di lehernya.
Sera mendelik. “Kamu masih ingat perjanjian kita, kan?”
Aloy nyengir. “Oke, oke.” Lelaki itu menurunkan kameranya.
Mereka melanjutkan perjalanan. Memasuki kawasan Hutan Tebing
Sekati. Setelah melewati jalan setapak yang menanjak, Aloy disuguhi pemandangan
laut yang tenang dan hutan di bawah
tebing.
“Wow!” Aloy berdecak kagum. “Ini tempatnya?” Tanya Aloy
bersemangat.
“Sedikit lagi,” Sera tetap melangkah.
Setelah berjalan lima belas menit, Sera berhenti di sebuah
tanah lapang yang dikelilingi pohon-pohon besar. Di belakang pohon-pohon itu
terdapat padang bunga yang sangat indah. Sisi lain padang bunga ini adalah tebing
menghadap ke laut lepas. Dari situ mereka juga bisa melihat Air Terjun Bidadari
Sekati yang terlihat kecil.
Mata Aloy tak habis-habis memancarkan kekaguman. “Di atas
tebing begini ada padang bunga. Ini gila, Ra.” Aloy menyeringai.
Sera melipat lengan. Ia duduk di akar salah satu pohon.
“Potretlah sepuasnya.” Kata Sera memberi lampu hijau. “Tapi
jangan sampai masuk ke dalam Hutan Seberang. Itu bukan wilayah Sekati,” Sera
menunjuk ke sisi lain padang bunga.
Aloy mengangkat tangannya, membuat lingkaran dengan
menempelkan ibu jari dan telunjuknya. Tanpa dikomando dua kali, Aloy sudah
mulai menjamah padang bunga itu dengan lincah. Dalam beberapa menit, Aloy
berhasil mengambil belasan gambar.
sumber gambar: google.co.id |
Tiga jam sudah berlalu. Tak terasa kaki Aloy menginjak ujung
padang bunga yang ditandai adanya sungai kecil. Sekitar dua puluh lima meter
dari sungai, sudah terlihat Hutan Seberang yang disebutkan Sera. Aloy menatap
hutan gelap itu dengan mata terpana. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
“Kamu lagi ngapain?” sebuah suara lembut membuyarkan
keterpanaan Aloy. Aloy langsung menoleh ke sumber suara. Seorang gadis manis
berkulit coklat terang dengan blus lengan panjang dipadu rok panjang khas gadis
desa yang sopan. Ia menatap Aloy
dengan pandangan penuh selidik. Aloy salah tingkah dibuatnya. Keringat dingin
mendadak membasahi tengkuk dan dahi. Gadis cantik itu membuat perasaan Aloy
gelisah setengah mati.
Bersambung…
#30DWC #Day10 #OneDayOnePost
Idih... keren. Gelar tikar ah... nunggu lanjutannya.
BalasHapuswhaa...penasarannnnn
BalasHapusBener, ceritanya seru, ikut gelar tiker juga ah nunggu sambungan nya...
BalasHapusMbak Agil keren euy
BalasHapus