BUAYA MASUK DESA

Siang tadi saya nonton salah satu televisi swasta yang menyiarkan tayangan berita mengenai seekor predator ganas yang masuk ke kawasan pemukiman warga. Predator tersebut bernama buaya. Ya, buaya sungguhan. Kemunculan buaya langka di salah satu wilayah di Kalimantan Selatan itu cukup menyedot  perhatian pemerintah daerah. Buktinya mereka langsung mendatangkan pawang buaya untuk menangkap buaya sepanjang 6,5 meter tersebut. Belum ada penyebab yang pasti mengenai kemunculan buaya ke pemukiman warga. Disinyalir karena habitat mereka yang mulai tergeser dengan berubahnya rawa menjadi pemukiman manusia.


Sumber gambar: kabarkebumen.com


Tak hanya di Kalimantan Selatan, kehadiran predator besar itu juga muncul di salah satu wilayah di Kebumen. Nampaknya si buaya besar ini merasa terganggu dengan adanya penambangan pasir liar yang dilakukan beberapa pihak. Tak diketahui pasti sudah berapa lama buaya tersebut nangkring di tepi sungai. Menurut informasi warga, hampir setiap hari ia muncul di tepi sungai. Mungkin untuk mengusir pekerja-pekerja penambang yang mengambil pasir seenaknya.

Sebenarnya bukan satu dua kali saya mendengar berita seperti di atas. Pernah juga harimau, ular predator, macan, gajah, dan hewan-hewan liar lain yang masuk ke pemukiman warga untuk mencari makanan. Faktor yang menengarainya pun hampir sama, karena habitat mereka yang terganggu, tergeser dengan kehadiran manusia yang semakin banyak. Menyebabkan mereka tak lagi memiliki tempat untuk mencari makan dan menjalankan siklus kehidupannya. Beberapa peristiwa kemunculan hewan buas ke pemukiman warga juga ada yang memakan korban.

Kita nggak bisa memungkiri bahwa kedatangan hewan-hewan buas ke pemukiman warga bukan tanpa sebab. Karena hampir semua penyebabnya ialah tersingkirnya mereka dari habitat alami, karena manusia telah mengambil alih (baca: merusak) alam mereka untuk kepentingan pribadi: tempat tinggal, sumber makanan, dan sumber penghidupan.

Manusia sering nggak sadar bahwa hewan adalah bagian dari alam. Mereka memiliki kontribusi dalam siklus alam, menjadi satu kesatuan yang utuh dengan alam, dan merupakan bagian dari lingkaran rantai kehidupan. Ketika mereka diganggu, maka naluri alami akan memancar. Memberi sinyal pada alam bahwa siklus mereka terancam. Akibatnya, akan ada masa dimana hewan-hewan ini tidak akan tinggal diam pada kita yang telah berbuat seenaknya terhadap alam mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang mungkin tega menjadikan manusia sebagai korban.

Lihat, deh, bukan hanya hewan yang marah ketika alam diganggu. Allah telah menurunkan murka melalui bencana alam yang tidak ada kesudahannya. Karena kita, manusia, nggak menyadari sudah merusak alam dengan ilmu, teknologi, alat, dan kemampuan yang semuanya bersumber dari Allah.

Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS al-Baqarah:11-12)

Ini, nih, kita sering khilaf, tapi keterusan. Melakukan yang menurut anggapan kita adalah baik, tapi kenyataannya menyakiti alam.


#30DWC
#Day1

#sakitsatu

Komentar

  1. Kita sering melupakan bahwa alam butuh keseimbangan. Namun, manusia sering rakus.

    BalasHapus
  2. Manusia kadang merasa hanya mereka yg pantas memiliki Bumi ini..

    BalasHapus
  3. Masalah yang sering kita temui. Semoga pihak2 yang bertanggung jawab bisa bekerja sama menemukan solusi terbaik.

    BalasHapus
  4. yup, sebuas-buasnya buaya masih lebih berbahaya manusia

    BalasHapus
  5. Menakutkan memang kehadiran mereka, tapi ya memang benar itu karena kita😓

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS