RAHASIA (EPS. 7)


Setelah tak sengaja bertemu dengan Ran, Sora tak lagi memikirkan sambutan khusus untuk Preu. Ia meninggalkan keranjang belanjanya begitu saja. Kakinya melangkah gontai meninggalkan supermarket.

Pikirannya kalut. Kecurigaan yang mulai tumbuh di hatinya membuatnya menarik satu kesimpulan bahwa Preu melakukan sesuatu di belakangnya selama ini. Hanya saja Sora tidak tahu dari mana harus mulai mencari tahu. Ia juga tidak bisa menceritakan hal ini pada siapa pun. Sora tidak suka membicarakan hal-hal mengenai rumah tangganya pada siapa pun, termasuk pada ibunya.

Kehidupannya dengan Preu bukanlah konsumsi umum. Sora amat paham tentang asas rahasia dalam rumah tangganya. Termasuk masalahnya kali ini.

Tiba-tiba Sora merasa sendirian. Tidak ada seorang pun yang bisa membantunya.

Kaki Sora berhenti di depan teras rumah. Perasaannya bergetar melihat siapa yang sudah berdiri di sana. Pria bertubuh tegap yang dinanti kedatangannya tampak tersenyum.

"Sudah lama, Preu?" Tanya Sora dingin. Ia berjalan melewati Preu yang sudah siap memeluknya.

"Hei, So. Bukankah kamu merindukanku?" Preu mengikuti Sora masuk ke dalam rumah.

"Mandilah Preu, akan kusiapkan makan malam." Sora menaruh tasnya di atas sofa lalu melangkah cepat ke dapur.

Preu mematung di dekat meja makan.

"So, ada apa ini?" Tanya Preu memohon.

"Mandilah dulu Preu." Jawab Sora tanpa menoleh.

***

Suasana makan malam terasa kaku. Sora diam sepanjang makan malam. Ia sama sekali belum siap untuk bicara. Preu sesekali menatapnya. Ia tampak sungkan untuk bicara lebih dulu. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal.

"So," Preu meletakkan sendok dan garpunya di atas piring. "Ada masalah apa?" Lanjutnya.

Sora menghentikan gerakan tangannya.

"Seharusnya aku yang bertanya, Preu. Sebenarnya ada masalah apa?" Mata Sora menatap Preu tajam.

Mata Preu meredup, ia tak bisa membalas sorot mata Sora. Sepertinya Sora tahu sesuatu.

"Kenapa kamu bohong Preu?" Suara Sora mulai serak. "Ran tidak kecelakaan, bukan? Ran baik-baik saja." Air mata Sora mulai menetes.

Bibir Preu mengatup. Ia seperti maling yang terkepung dari segala penjuru. Tak bisa mengelak atau kabur.

"Preu," Sora merendahkan nada suaranya, "lalu kemana kamu tiga hari ini?" Tanya Sora pelan.

Tiba-tiba ponsel Preu berdering. Preu hendak meninggalkan tempatnya untuk menjawab telepon, tapi tertahan oleh tatapan mata Sora. Dering telepon berhenti.

"Iya So, aku... berbohong soal... kecelakaan Ran." Jawab Preu lemah.

"Kenapa?"

Preu membisu. Ia tidak dapat mengatakan apa pun. Ruangan itu lengang. Sora sudah menghentikan tangisnya sejak tadi.

Pembicaraan itu selesai. Tidak ada alasan yang jelas tentang kebohongan itu. Sora memilih berhenti memberondong Preu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan menyudutkan prianya.

Sora pun memilih diam, meredam semua rasa ingin tahunya. Memendam kebohongan Preu di bawah rasa sayangnya pada pria itu.

***

Sora dan Preu terjaga hinggal larut malam. Tidak ada perbincangan. Sora menyibukkan diri dengan melipat pakaian yang sudah dicucinya. Preu hanya duduk di sofa sambil sesekali melirik istrinya. Berpikir keras untuk mencairkan suasana. Tapi nasi sudah menjadi bubur.

Tiba-tiba ponsel Preu berdering. Sora sempat mengangkat kepala, mengarahkan pandangan ke ponsel Preu. Tapi matanya tak dapat menjangkau layar ponsel putih itu dengan jelas.

Preu ragu-ragu menjawab telepon tersebut setelah melihat siapa yang meneleponnya. Setelah ponsel berdering cukup lama, akhirnya ia memutuskan untuk menjawab telepon tersebut. Kakinya cepat-cepat menuju kamar.

Sora menggigiti bibir. Matanya menahan linangan air mata. Preu jelas-jelas merahasiakan sesuatu darinya.

Perasaan kecewa menyergapnya dengan cepat. Menyusul rasa marah dan sedih yang kemudian ikut menyumbangkan sesak di dada. Kepercayaannya mulai terkikis. Hanya saja Sora belum tahu apa penyebabnya. Yang ia tahu saat ini sikap Preu semakin berbeda.

Keluar dari kamar, Preu sudah berpakaian lengkap. Sora agak terkejut. Spontan ia berdiri.

"Ada hal mendesak, So," tangan Preu meraih sepatu di rak dekat pintu rumah. "Aku akan segera kembali," Preu meraih tubuh Sora. Memeluknya sejenak.

"Maaf, Sayang." Bisiknya sebelum melepaskan pelukan.

Sora mematung. Tak ada satu pun kata yang keluar dari bibirnya. Ia hanya menelan ludah. Masalah mereka belum juga selesai dan Preu meninggalkannya begitu saja.

Lalu ada hal mendesak apa?

Setelah suara mobil Preu menghilang, Sora terduduk. Menangis sejadi-jadinya. Terasa ada yang hancur di relung hatinya. Sesak yang sudah membanjiri perasaannya hanya bisa diluapkan dengan air mata. Malam itu Sora benar-benar merasa sendiri. Jiwanya terasa dicekik kebohongan.

Rasa sayangnya pada Preu yang sudah lebih dalam dari palung lautan tiba-tiba saja dipenuhi sakit hati yang menusuk.

Entah apa yang harus dilakukannya. Menyerah pasrah atau harus melawan dengan kelemahannya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS