NGIDAM?

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi



Langit pagi masih diselimuti mendung yang tebal. Sejak kemarin hujan dan gerimis silih berganti membungkus kota sampai malam. Sang surya seperti enggan muncul meski sekedar mnghangatkan tubuh-tubuh yang menggigil di dalam jaket tebal.

Beberapa hari belakangan cuaca sedang tak bersahabat. Udara dingin selalu menyergap. Bahkan kadang sampai menusuk ke tulang belulang dan sendi-sendi yang lemas.

Aku merasakannya. Ditambah mual dan muntah tiga hari ini. Badan terasa kosong tanpa selera makan yang baik. Bukan, bukan. Aku tak sedang sakit. Aku begini karena hormon progesteron yang sedang diproduksi besar-besaran boleh tubuhku. Sesuatu yang terasa menyiksa secara fisik karena hormon ini bisa membuatku tiba-tiba sedih, senang, lesu, marah, dan guncangan psikis yang terjadi tiba-tiba. Juga mempengaruhi selera makan, selera mode, selera bergaul, dan selera-selera lainnya.

Pagi-pagi buta, di tengah cuaca yang tak bersahabat tiba-tiba aku menginginkan menu makanan berbahan ceker.

"Yah, pingin oseng ceker." kataku spontan sambil melipat mukena.

Suamiku hanya menatap heran. "Nanti Yayah beliin kalo sudah buka yang jualannya." jawabnya kalem.

"Mama pingin sekarang," aku meletakkan lipatan mukena dan sajadah di tempatnya.

"Jam segini mana ada yang jual, Ma?" Yayah kembali mengutak-atik laptop di hadapannya.

Aku menghembuskan napas. Kuraih ponsel di atas kasur, dengan cepat membuka aplikasi pemesanan makanan. Restoran pembuat menu ceker masih tutup. Rata-rata mereka buka pukul sembilan, sepuluh, atau pukul satu siang. Aku menghembuskan napas lagi. Kecewa.

"Kalo bikin sendiri gimana, Ma? Nanti Yayah temenin ke pasar beli bahan-bahannya." usul Yayah.

"Mama nggak mau uprek di dapur, ah." jawabku cepat.

Mendengar itu, Yayah malah tersenyum. Dahiku mengerut.

"Beneran, nih. Si adik kayaknya laki-laki." katanya sambil terkekeh.

"Dih, tau dari mana?"

"Itu buktinya, Mama males masak di dapur."

Reflek kucubit lengannya. Yayah malah tertawa.

"Jadi gimana, Yah? Pingin sekarang cekernya ...." kataku merengut, setengah memaksa.

"Ya, Yayah harus cari di mana?"

Mendengar itu aku langsung terdiam. Kuputuskan minun susu untuk mengisi perut yang kosong. Tapi baru separuh gelas yang masuk ke lambung, mual melanda. Karena tak tahan akhirnya susu yang sudah kuminum harus keluar lagi. Beserta cairan kuning dari lambung yang rasanya pahit sekali. Ah, aku pasrah.

Perut kembali kosong. Lapar. Tapi aku sama sekali tak selera makan. Bayangan oseng ceker menari-nari dibenakku. Mempengaruhi cara kerja otak yang semakin bringas mencari informasi resto pembuat makanan dengan menu ceker.

Yayah sudah berangkat ke tempat kerja. Ia memeluk dan mencium perutku yang masih terlihat datar sebelum pergi.

"Nanti Yayah belikan kalau sudah buka tempatnya. Mama sabar, ya." katanya sebelum pamit. Aku hanya mengangguk pelan.

Ada perasaan bersalah mengingat Yayah yang berangkat kerja tanpa kuberi senyum dan lambaian tangan karena ngambek.

Setelah mandi dan berhasil menelan sepotong bolu iris, kukirimkan pesan singkat pada beberapa grup whatsapp.
Langit pagi masih diselimuti mendung yang tebal. Sejak kemarin hujan dan gerimis silih berganti membungkus kota sampai malam. Sang surya seperti enggan muncul meski sekedar mnghangatkan tubuh-tubuh yang menggigil di dalam jaket tebal.

Beberapa hari belakangan cuaca sedang tak bersahabat. Udara dingin selalu menyergap. Bahkan kadang sampai menusuk ke tulang belulang dan sendi-sendi yang lemas.

Aku merasakannya. Ditambah mual dan muntah tiga hari ini. Badan terasa kosong tanpa selera makan yang baik. Bukan, bukan. Aku tak sedang sakit. Aku begini karena hormon progesteron yang sedang diproduksi besar-besaran boleh tubuhku. Sesuatu yang terasa menyiksa secara fisik karena hormon ini bisa membuatku tiba-tiba sedih, senang, lesu, marah, dan guncangan psikis yang terjadi tiba-tiba. Juga mempengaruhi selera makan, selera mode, selera bergaul, dan selera-selera lainnya.

Pagi-pagi buta, di tengah cuaca yang tak bersahabat tiba-tiba aku menginginkan menu makanan berbahan ceker.

"Yah, pingin oseng ceker." kataku spontan sambil melipat mukena.

Suamiku hanya menatap heran. "Nanti Yayah beliin kalo sudah buka yang jualannya." jawabnya kalem.

"Mama pingin sekarang," aku meletakkan lipatan mukena dan sajadah di tempatnya.

"Jam segini mana ada yang jual, Ma?" Yayah kembali mengutak-atik laptop di hadapannya.

Aku menghembuskan napas. Kuraih ponsel di atas kasur, dengan cepat membuka aplikasi pemesanan makanan. Restoran pembuat menu ceker masih tutup. Rata-rata mereka buka pukul sembilan, sepuluh, atau pukul satu siang. Aku menghembuskan napas lagi. Kecewa.

"Kalo bikin sendiri gimana, Ma? Nanti Yayah temenin ke pasar beli bahan-bahannya." usul Yayah.

"Mama nggak mau uprek di dapur, ah." jawabku cepat.

Mendengar itu, Yayah malah tersenyum. Dahiku mengerut.

"Beneran, nih. Si adik kayaknya laki-laki." katanya sambil terkekeh.

"Dih, tau dari mana?"

"Itu buktinya, Mama males masak di dapur."

Reflek kucubit lengannya. Yayah malah tertawa.

"Jadi gimana, Yah? Pingin sekarang cekernya ...." kataku merengut, setengah memaksa.

"Ya, Yayah harus cari di mana?"

Mendengar itu aku langsung terdiam. Kuputuskan minun susu untuk mengisi perut yang kosong. Tapi baru separuh gelas yang masuk ke lambung, mual melanda. Karena tak tahan akhirnya susu yang sudah kuminum harus keluar lagi. Beserta cairan kuning dari lambung yang rasanya pahit sekali. Ah, aku pasrah.

Perut kembali kosong. Lapar. Tapi aku sama sekali tak selera makan. Bayangan oseng ceker menari-nari dibenakku. Mempengaruhi cara kerja otak yang semakin bringas mencari informasi resto pembuat makanan dengan menu ceker.

Yayah sudah berangkat ke tempat kerja. Ia memeluk dan mencium perutku yang masih terlihat datar sebelum pergi.

"Nanti Yayah belikan kalau sudah buka tempatnya. Mama sabar, ya." katanya sebelum pamit. Aku hanya mengangguk pelan.

Ada perasaan bersalah mengingat Yayah yang berangkat kerja tanpa kuberi senyum dan lambaian tangan karena ngambek.

Setelah mandi dan berhasil menelan sepotong bolu iris, kukirimkan pesan singkat pada beberapa grup whatsapp.

"Info dong yang jual oseng ceker daerah kota cirebon."

Notifikasi di ponsel bermunculan. Tapi informasi yang kudapat tak sesuai harapan.

***

Setelah menunggu beberapa jam, ponselku berbunyi pendek.

"Ma, ada nih cekernya."

Dari Yayah. Aku tersenyum membaca pesannya. Kulihat jam di bagian atas layar ponsel, pukul 10.23. Setengah jam kemudian Yayah datang membawa pesananku. Tanpa basa-basi, Yayah menaruh bungkusan berisi ceker di atas meja.

"Langsung, ya." Yayah melambaikan tangan. Ia melesat kembali dengan kendaraannya yang diparkir di depan rumah tanpa mematikan mesinnya.

Aku belum sempat mendekatinya karena Yayah sudah keburu pergi. Akhirnya kukirimkan pesan singkat via whatsapp pada suamiku itu.

"Makasih Yah :* "

Bungkusan berukuran kecil itu kubuka. Tujuh potong ceker presto siap kusantap tanpa nasi. Sepertinya akan mengubah selera makan jadi lebih baik.

Aku tersenyum menatap ceker berwarna cokelat dihadapanku. Satu per satu makanan gurih itu kukunyah dengan hati-hati. Satu, dua, tiga, dan setelah ceker keempat habis, kurasakan sesuatu yang membuatku tak nyaman dari dalam perut.

Oh, jangan lagi! Jangan lagi!

Hoek...


#fiksi
#OneDayOnePost

Komentar

  1. Ngidam ... ^^

    Sepertinya ada pengulangan paragraf ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba... pas lagi post entry ada yg eror. jadi hasilnya begitu...

      Hapus
    2. iya mba... pas lagi post entry ada yg eror. jadi hasilnya begitu...

      Hapus
  2. UUuuuuuuuuh gemes deh sama bumil hahaha

    bner kata mba nova ada Pengulangan paragraf mba..

    BalasHapus
  3. Sabar ya mbak.

    Hamil memang sedap sedap gimana gitu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS