KESETIAAN KAKEK CANGKIR

Manusia tidak pernah menyadari ada dunia yang bergerak di sekitar mereka. Karena keajaiban selalu datang pada apa saja di sekelilingnya. Inilah sepenggal kisah di sebuah dapur seorang nenek yang tinggal seorang diri.

Meja dapur terlihat kusam meski sudah dilap karena nenek tua itu kesulitan melihat dengan jeli saat mencuci lap. Sehingga lap yang digunakan sebenarnya masih agak berminyak. Begitu juga dengan alat makannya, seperti piring, gelas, sendok, dan garpu, yang hanya dicuci seadanya.

Setiap malam, alat-alat makan tersebut tak bisa tidur dan terus-menerus mengeluh gatal-gatal karena tubuh mereka tak bersih. Mereka berharap agar si Nenek Tua menjual atau memberikan mereka pada manusia yang lebih muda supaya bisa membersihkan tubuh mereka dengan lebih baik.

"Aduuuh, gatalnya ...." keluh Nyonya Sendok sambil menggosok tubuhnya.

"Aku juga," Pak Garpu menimpali.

"Huuu... huuu... huuu... aku tidak tahan. Bagaimana bisa kita akan bertahan dengan kuman-kuman yang masih menempel di tubuh kita," sepasang piring melamin ikut mengeluh sambil tersedu.

"Apa kalian mau memanggil Peri Dapur untuk menyelesaikan masalah ini?" usul Kakek Cangkir.

Anggota alat makan setuju. Keesokan harinya mereka mengirim surat pengaduan yang diantar oleh Kucing Got kepada Peri Dapur. Dengan sabar, anggota alat makan di dapur nenek tua menunggu kedatangan Peri Dapur. Sehari, dua hari, tiga hari, sampai satu minggu, Peri Dapur tak kunjung datang.

"Kenapa Peri Dapur tak kunjung datang?" tanya Piring Melamin I.

Yang lain hanya saling pandang.

"Jangan-jangan surat kita belum sampai," ucap Nyonya Sendok lesu.

"Kucing Got selalu membawa surat-surat sampai ke tujuan. Tenang saja." jelas Kakek Cangkir menenangkan.

"Tapi, kenapa belum ada tanda-tanda Peri Dapur akan datang ke sini?" keluh Piring Melamin II takut-takut.

"Apakah Peri Dapur terlalu sibuk sampai-sampai dia tidak bisa datang?" Piring Melamin I melirik Pak Garpu yang sejak tadi diam sana.

"Entahlah," jawab Pak Garpu sambil mengendikkan bahu.

Semua anggota alat makan sama sekali tak memiliki ide tentang alasan tak kunjung datangnya Peri Dapur ke dapur mereka.

***

Keesokan harinya terjadi hal mengejutkan. Nenek Tua tiba-tiba ambruk di dapur saat akan mengambil Kakek Cangkir dari tempatnya digantung. Semua anggota alat makan terkejut.

Piring Melamin I dan II menjerit ketakutan. Begitu pun dengan Nyonya Sendok, serta Pak Garpu dan Kakek Cangkir yang terperangah menatap nenek tua jatuh tak sadarkan diri. Mereka amat kebingungan.

"Kita harus minta bantuan!" seru Nyonya Garpu.

"Tidak mungkin. Saat ini kita tidak bisa melakukan apa pun." jelas Kakek Cangkir.

"Ya, Kakek Cangkir benar. Tetaplah berada di tempat masing-masing." Pak Garpu menambahkan.

Yang lain menuruti perkataan Pak Garpu, meski Piring Melamin I dan II masih tampak gemetar karena terkejut.

Tiga jam kemudian seseorang datang. Melihat gelagatnya, ia terkejut bukan main melihat kondisi Nenek Tua. Ia pun bergegas meminta pertolongan sehingga petugas keamanan datang dan membawa tubuh Nenek Tua keluar dari rumahnya. Setelah rumah sepi, orang yang datang pertama kali kembali ke dapur rumah. Ia seorang gadis agak gemuk dan bertubuh pendek.

"Muncullah!" seru sang gadis. Lalu ruangan dapur bercahaya sebentar, dihujani bubuk bercahaya. Itulah tanda kemunculan Peri Dapur.

"Apakah kau Peri Dapur?" tanya Piring Melamin I.

"Tentu saja." jawab gadis itu.

"Kau datang kemari, berarti kau sudah membaca surat dari kami, bukan?" Nyonya Sendok antusias.

Peri Dapur kelihatan berpikir. "Surat apa?" tanyanya heran.

Anggota alat makan saling berpandangan. "Bukankah kau ke sini untuk menyelesaikan masalah kami?" ucap Piring Melamin II separuh kecewa.

"Oh, lupakan saja. Yang pasti aku tahu apa yang kalian inginkan." seru Peri Dapur sambil tertawa.

Anggota alat makan kembali saling berpandangan. Tak ada yang bergeming.

"Baiklah, kalian akan memperoleh pemilik baru dalam semalam. Sepertinya Nenek Tua tak akan bertahan lebih lama." kata Peri Dapur sambil duduk di kursi kayu tempat nenek tua biasa makan.

Kembali anggota alat makan saling pandang. Tertegun mendengar apa yang dikatakan oleh Peri Dapur barusan.

"Hei, kalian tidak senang?" Peri Dapur berseru.

"Apa yang kau katakan barusan? Apa Nenek Tua akan mati?" tanya Kakek Cangkir dengan nada tak percaya.

"Aku hanya bilang 'sepertinya' Kek Cangkir," Peri Dapur mengusap-usap pelipisnya. "Tidak tahu pasti akan terjadi atau tidak. Aku hanya memperkirakan." lanjutnya sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.

Kakek Cangkir terlihat sedih. Yang lain hanya menatap Kakek Cangkir yang menundukkan wajahnya.

"Baiklah, sudah waktunya aku pergi. Saat matahari terbit, kupastikan kalian telah berada di tempat yang baru." Peri Dapur pamit. Tangannya melambai, menyisakan bubuk bercahaya yang bertebaran di lantai dapur.

***

Dapur yang didominasi interior kayu itu lengang. Piring Melamin I dan II, Nyonya Sendok, dan Pak Garpu sedang bersiap-siap. Namun Kakek Cangkir terlihat sedih. Wajahnya muram. Hanya dia yang tak bersiap.

"Kek, ayo bersiap." seru Piring Melamin II.

Kakek Cangkir menoleh sebentar. "Aku tidak akan pindah." jawabnya pelan. Namun jawabannya menghentikan kegiatan anggota alat makan.

"Kenapa, Kek?" tanya Pak Garpu setengah tak percaya.

Kakek Cangkir menggeleng. Ia tetap pada pendiriannya untuk tidak pindah. Cangkir tua itu ingin menunggu sang nenek kembali ke rumah.

"Baiklah, biarkan saja jika Kakek Cangkir ingin melakukan itu." ucap Nyonya Sendok.

Yang lain kemudian kembali bersiap-siap untuk pindah. Di tengah kesibukan yang lain, Kakek Cangkir menatap meja dan kursi makan sederhana di tengah-tengah ruangan. Di atas meja itu, Kakek Cangkir menampung cokelat panas atau teh hangat yang dinikmati Nenek Tua untuk menghabiskan senja. Nenek Tua sering membawanya dengan kedua tangan keriputnya yang hangat. Rasanya ia tak sanggup meninggalkan Nenek Tua sendirian. Apalagi kenangannya dengan Nenek Tua di rumah ini amat banyak, membuatnya menyayangi sang nenek.

***

Keesokan harinya, Kakek Cangkir terjaga dari tidurnya. Ia memandang sekeliling. Sepi. Semua anggota alat makan sudah pergi, menyisakan Kakek Cangkir sendirian. Meski begitu, Kakek Cangkir tidak menyesal. Ia bertekad akan tetap menunggu kabar pasti dari Nenek Tua.

Hari silih berganti. Dapur yang ditempatinya mulai ditingkahi debu. Beberapa sarang laba-laba muncul di sudut-sudut tembok dan meja kayu. Kakek Cangkir tak bergeming. Ia tak terganggu dengan kemunculan debu dan sarang laba-laba baru yang semakin hari semakin banyak. Beberapa kali Kucing Got muncul di tepi jendela dapur, menyapanya untuk mengusir sepi.

***

Seseorang membuka pintu rumah. Kakek Cangkir yang tengah terkantuk-kantuk langsung menegakkan tubuhnya. Sayup-sayup terdengar percakapan yang salah satu suaranya tak asing di telinga Kakek Cangkir.

"Terima kasih sudah menolongku, Nona Perry." suara Nenek Tua terdengar semakin jelas. Kakek Cangkir yang mendengarnya amat senang.

"Sama-sama, Nek. Kapan-kapan aku akan mampir." jawab perempuan yang dipanggil Perry. Lalu terdengar suara pintu ditutup.

Tak lama kemudian, Nenek Tua masuk ke dapur. Ia menatap ruangan itu agak lama. Setelah puas menatap interior dapurnya, Nenek Tua kemudian melap semua bagian dapur sampai bersih, menyapu lantai dan membubarkan sarang-sarang laba-laba yang bisa dijangkaunya. Dengan hati-hati Nenek Tua membuka tas jinjing, mengeluarkan Nyonya Sendok, Pak Garpu, dan si kembar Piring Melamin I dan II. Mereka disimpan di tempat masing-masing. Kakek Cangkir berbinar menatap anggota alat makan kembali.

Ia masih menyimpan rasa penasaran saat Nenek Tua mengambilnya untuk menyeduh teh hangat. Ia lega melihat Nenek Tua kembali ke rumah. Sore itu Kakek Cangkir kembali menemani Nenek Tua di meja makan. Betapa rindunya Kakek Cangkir pada hangatnya genggaman tangan keriput Nenek Tua.

***

Malamnya, Nyonya Sendok, Pak Garpu, serta si kembar Piring Melamin membuat gaduh dapur. Mereka menceritakan bagaimana buruknya pemilik baru memperlakukan mereka.

"Aku sempat dilemparkan ke dinding karena pemilikku bertengkar dengan suaminya." cerita Piring Melamin I.

"Aku juga. Tubuhku bahkan pernah dibengkokkan boleh pemilik baru untuk bermain-main. Sakit sekali rasanya." keluh Nyonya Sendok sambil terisak.

"Nasib kami tak lebih baik dari pada tinggal di sini." tambah Pak Garpu. Yang lain mengangguk setuju.

"Beruntung, Perry, si Peri Dapur mambawa kami kembali dan menyerahkan kami pada Nenek Tua." tutur Piring Melamin II.

Kakek Cangkir tersenyum mendengar cerita mereka. Ia senang dapat berkumpul kembali dengan anggota alat makan lain. (Selesai)

#30DWC
#Day24
#OneDayOnePost
#Dongeng

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS