RAHASIA (EPS. 9)


Preu mendapati rumah kosong. Di meja makan, ia juga menemukan struk-struk belanja yang separuh terserak. Kepalanya seperti menyadari sesuatu. Preu melihat tasnya sudah kosong.

Preu menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Tangannya mengusap wajah. Napasnya berat. Ditambah mata yang perih akibat tak tidur semalaman. Tidak, tidak, ia bahkan hanya tidur tiga jam dua hari sebelumnya.

Pertemuannya dengan Gai kembali, menumbuhkan riak-riak kekagumannya. Gai pun seperti mendapat angin segar saat kembali bertemu dengan Preu. Perasaan sepi yang menghantuinya selama ini ia tumpahkan pada sahabat lamanya.

Setelah peristiwa di kantor polisi, Gai dan Preu bertukar kontak. Awalnya hanya saling bertukar kabar dan bercerita masa-masa SMA. Gai lalu merasa nyaman akan kehadiran Preu. Ia pun menceritakan apa yang menimpanya tiga tahun belakangan.

Gai lulus kuliah meski hanya memperoleh predikat cukup baik. Wanita pucat itu kemudian bekerja di sebuah perusahaan multinasional, posisi telemarketing. Gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, tuntutan gaya hidup membuatnya merasa kurang.

Seorang teman kemudian memperkenalkannya sebuah profesi sampingan dengan hasil menggiurkan.

"Nggak perlu waktu lama, uang pasti mengalir deras." Ucap kawannya meyakinkan.

Gai melakukannya setelah pulang kantor di dalam kamar. Dengan modal suara, ia memuaskan para lelaki hidung belang melalui sambungan telepon. Rekeningnya mulai menggembung.

Dua tahun profesi sampingannya berjalan lancar. Gai kemudian memutuskan resign dari perusahaan tempatnya bekerja. Jam terbangnya sebagai gadis penghibur telepon semakin tinggi.

Di tahun ke tiga ada yang mulai tertarik melakukan kopi darat dengannya. Kencan buta. Ia memberikan tarif lebih tinggi untuk kencan tersebut. Gai semakin profesional melakukan aksinya. Pelanggan yang bisa kencan dengannya hanya kalangan tertentu. Itu pun dihitung per jam.

Gai semakin terlena dengan pekerjaan itu. Di tahun keempat ia sudah mampu membeli sebuah rumah minimalis yang ditempatinya seorang diri.

Tidak ada yang tahu tentang profesi yang sebenarnya. Ia selalu mengaku melakukan bisnis jual beli properti. Pun kepada keluarganya. Sampai suatu hari kakaknya terserang sebuah penyakit langka. Ia membutuhkan biaya yang sangat besar untuk pengobatan.

Gai akhirnya ikut menanggung pengobatan kakaknya. Tetapi uang yang dihasilkan dari pekerjaannya selalu tidak cukup.

Suatu hari sebuah penawaran menggiurkan datang padanya. Seorang pengusaha bersedia membayar beberapa milyar untuk mendapatkan yang paling berharga dari dirinya.

Gai yang terdesak tidak dapat menolak. Setelah bernegosiasi mengenai harga, akhirnya Gai sepakat.

Hari itu tidak pernah Gai lupakan. Hari dimana kewanitaannya tak lagi utuh. Sesalnya semakin menggunung kala kakaknya sudah tak bernyawa di hari yang sama, namun ia sama sekali tidak berada di sisinya di saat terakhir.

Hidupnya hancur. Gaitsa hancur. Lebur bersama titik-titik air yang mengalir di pipinya.

Preu takzim menyimak kisah Gai. Prihatin dengan persoalan yang menimpanya.

"Akhirnya aku menikah dengan salah seorang pelangganku, Preu. Menjadi istri kedua," tangan Gai menyeka air mata.

"Ibumu?" Suara Preu parau.

"Ibu mencari tahu pekerjaanku secara diam-diam," pandangan Gai kosong. "Ibu tahu semuanya, termasuk siapa orang yang menikahiku." Gai menutup kisahnya.

Kepalanya seperti dipenuhi kilasan-kilasan masa lalu. Rasa sedih selalu menyeruak saat mengingat kalimat ibunya.

"Kamu sudah menodai perjuangan Ibu selama ini." Suara ibu terdengar parau.

***

Bel berbunyi tiga kali. Preu terperanjat. Ternyata ia tertidur di sofa. Sambil menggaruk dahinya, ia membuka pintu.

"Delivery order." Sapa seorang kurir. "Tuan Preusious?" Sang kurir membaca nama yang tertera di nota.

Dahi Preu mengerut. "Saya sendiri," perlahan tangan Preu menerima bungkusan yang diberikan oleh kurir.

"Silakan tanda tangan di sini," pinta kurir tersebut.

"Tapi saya tidak pesan..." Preu memandang kurir tersebut heran.

"Ada seseorang yang memesankannya untuk Anda, Pak." Jawabnya mantap.

Mendengar itu Preu memberikan paraf sekenanya. Sang kurir lalu pamit. Preu menutup pintu sambil memandangi bungkusan di tangannya. Di dalamnya ada secarik kertas.

Dear Preu,

Maaf, aku tidak bisa memasakkan sarapan untukmu. Aku pesankan ini supaya kamu tidak terlambat sarapan.

- So -

Preu menggigiti bibir bawahnya. Perasaan bersalah tiba-tiba memenuhi ruang batinnya. Wanita yang selama ini mendampinginya bahkan pernah membantunya mencari penghasilan saat pekerjaannya belum mapan, begitu mudah tersingkir oleh sosok di masa lalunya.

Sora, bukan wanita yang cantik. Secara fisik ia biasa-biasa saja. Tapi ia sosok yang cerdas dan setia. Sora juga baik hati. Ia mudah luluh hanya dengan permintaan maaf dan pelukan. Preu tak sadar telah memanfaatkan kelemahan Sora, hingga tega mengabaikan perasaannya.

Tanpa sadar air mata Preu jatuh satu-satu. Sora selalu memperhatikan kebutuhannya meski sedang kesal atau sakit. Tidak satu pun keperluan Preu yang diabaikan. Preu benar-benar menyesal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS