RAHASIA (EPS. 10)


"Lim, tolong awasi kafe, ya. Saya mau tidur." Pesan Sora pada Lim.

"Oke, Bu." Lim melanjutkan gerakan tangannya yang sedang membersihkan meja.

"Oya, kalau ada yang cari saya, bilang saja saya tidak ingin ketemu siapa-siapa."

Lim mengacungkan jempolnya.

Sora masuk ke dalam ruangan khusus di belakang kafe. Ruangan ini dibuat untuk tempat istirahat, tapi Sora jarang menggunakannya. Ia lebih senang berada di kursi Ibu, di depan. Mengawasi segala sesuatu di kafe.

Namun hari itu Sora merasa letih. Ia belum tidur semalaman. Di dalam ruangan itu terdapat sofa lipat yang jika dibuka bagian tengahnya, bisa digunakan sebagai tempat tidur.

Sora memejamkan matanya. Baru beberapa menit, terdengar suara berisik di luar. Seseorang mengetuk pintu ruangan dengan kasar.

Sayup-sayup terdengar suara Lim yang menahannya. Sora tidak bisa menahan tangannya untuk membuka pintu. Saat pintu terbuka, ia tak dapat menahan tubuh jangkung yang segera menenggelamkannya ke dalam pelukan.

Sora masih dapat melihat Lim yang mematung di belakang tubuh pria itu. Ia memberi isyarat untuk melanjutkan pekerjaan pada Lim. Pria berkulit sawo matang itu beringsut meninggalkan mereka.

"Masuklah, Preu. Tidak baik jika orang lain melihat ini," ujar Sora dengan tenang.

***

Mereka duduk berhadapan di atas sofa. Preu menceritakan semua yang dilakukannya di belakang Sora. Pertemuannya dengan Gai, kisah hidup wanita pucat itu, sampai dengan apa yang menimpa wanita itu saat ini.

"Dia tidak boleh hamil, So. Suaminya terus menerus memaksanya meminum obat untuk menunda kehamilan. Atau dia akan diceraikan dan semua fasilitas yang diberikan ditarik tanpa kecuali." Ungkap Preu. "Di saat dia hamil, suaminya mencoba menggugurkan kandungannya dengan mencekoki Gai obat-obatan dan minuman alkohol. Terakhir, Gai dipukuli supaya janinnya benar-benar mati," Preu mengusap wajahnya.

Sora memperhatikan penuturan Preu. Perasaannya seperti teriris. Sebagai seorang wanita yang sangat mengharapkan kehadiran anak di dalam rahimnya, tindakan itu betul-betul membuatnya sakit hati. Rasa empati langsung menghiasi batinnya.

"Bolehkan aku menemuinya, Preu," Sora memandangi wajah Preu.

"Tapi..."

"Golongan darahnya sama denganku. Aku bisa mendonorkan darah padanya."

"Kamu belum tidur, So,"

"Aku akan tidur dan makan. Setelah itu ajak aku menemuinya," pinta Sora.

Preu mengangguk pelan.

***

Preu memandangi wajah Sora yang tengah lelap. Reaksinya sama sekali di luar perkiraannya. Sora malah mau ikut menolong Gai.

Ada sesal yang menggelayuti perasaan Preu. Juga perasaan bersalah karena sempat mencuatkan rasa kagumnya pada Gai kembali. Seharusnya sejak awal Preu memberitahu Sora. Mungkin Sora punya lebih banyak solusi untuk Gai.

***

Setelah tidur dan makan, Sora merasa tubuhnya lebih segar. Ia kemudian mandi dan mengganti pakaiannya. Sora lalu duduk di samping Preu sambil membuka tas kosmetiknya.

"Jadi kamu berniat kabur?" Tanya Preu sambil memandangi koper besar di pojok ruangan.

"Bukan kabur, Preu. Hanya tidak mau melihat wajahmu karena aku sudah terlanjur kesal," jawab Sora diplomatis.

Preu tersenyum.

"So, apa kamu benar-benar kesal?"

"Sangat, Preu," mata Sora berkaca-kaca.

"Kenapa kamu tidak marah? Aku sudah berbohong, membuatmu cemas, mengabaikan perasaanmu, dan hampir saja mendua," tutur Preu lemah.

"Kamu sudah cukup tersiksa dengan kebohonganmu, bukan?" Mata Sora mengerjap. "Aku pun tersiksa dengan teka-teki yang kamu tinggalkan. Jadi untuk apa aku tetap menyimpan kemarahanku?" Lanjutnya.

Preu menggenggam tangan Sora. "So, maafkan aku," ia mengecupnya berkali-kali.

Sora memeluk prianya dengan perasaan damai. "Preu, kalau aku tidak memaafkanmu, mungkin saat ini kamu sudah harus menandatangani surat cerai kita, dan aku tidak akan menyiapkan nasi goreng untukmu." Canda Sora.

Preu tertawa. Perasaannya lega. Sekarang ia tahu, Sora amat menyayanginya. Sora selalu punya alasan untuk memaafkannya. Preu juga tahu bahwa ia tidak punya alasan untuk menyakiti hati wanitanya. Tidak ada yang bisa menggantikan Sora dalam hidupnya.

***

Sora dan Preu sudah berada dalam perjalanan ke rumah sakit.

"Gai, wanita itu yang sering datang ke kafe dan memandangi toko kue di seberang jalan," gumam Sora. "Jangan-jangan, Ibu Pilly adalah..."

Sora dan Preu berpandangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS