DALAM HATI

Oleh: Agil Uin


Hadi

Entah sudah cangkir keberapa kuhabiskan kopi berkafein tinggi di sini. Tempat pertama kali aku bertatap wajah dengan seorang gadis yang sekaligus membuatku terpana. Saat aku sudah terjebak dalam perasaan jatuh hati pada sosok gadis berkulit hitam manis itu, dia selalu membuatku menunggu lebih lama pada setiap pertemuan.

Seperti malam ini. Jarum jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan lewat dua belas menit. Itu artinya sudah hampir tiga jam aku duduk dengan kegelisahan yang bertambah setiap menitnya. Si hitam manis yang misterius, namun menyenangkan saat bersitatap dengannya. Jika kalian tahu, kalian akan menilaiku amat bodoh. Ya, kan?

Belum lagi kenyataan lain bahwa aku selalu berbohong pada istriku saat menunggu wanita itu.

“Aku lembur, ya, Nis.”

Begitu yang sering kukatakan untuk membuatnya tidur duluan tanpa menungguku pulang. Sungguh tragis memang.




Mitha

Kenapa dia masih menunggu? Aku lelah mempermainkannya seperti ini. Menjadi aku artinya jatuh cinta akan menyulitkan. Kecanduan dalam pertemuan sama juga kecanduan dalam setiap cangkir kopi yang menemani. Ah, dasar lelaki bodoh.

Tapi akhirnya aku akan mengalah, menemuinya sebentar setelah berjam-jam ia menunggu. Pria ini terlalu gigih untuk meluluhkan hatiku.

Pertemuan itu selalu menyisakan kesan. Kilat matanya membuatku bungkam hingga kadang-kadang tersedak sendiri saking terpesonanya. Awalnya kukira ia main-main. Tapi, akhir-akhir ini, melihatnya keukeuh menunggu, aku jadi tersanjung.

Seharusnya aku menghentikan ini. Aku sadar sepenuhnya jika akhirnya kami tak mungkin bisa bersama.




Meja 44

Si hitam manis berjalan anggun mendekati meja tempat Hadi menunggunya. Ia tersenyum. Selalu begitu. Setelah mereka duduk berhadapan, wanita hitam manis itu selalu memulai kalimat dengan permintaan maaf karena membuat Hadi menunggu. Perasaan bersalah itu tentu saja ada, meski ia sendiri yang sengaja melakukannya.

Sorry, tadi klien minta tambahan waktu.” katanya.

No problem,” Hadi tersenyum.

“Aku nggak bisa lama-lama, ya, Di.” sambungnya.

Hadi mengangguk sambil tersenyum tipis.

“Kamu mau pesen minuman lagi?” tanya wanita itu sambil melirik cangkir kopi Hadi.

“Enggak, deh. Kamu aja.” ujar Hadi pendek.

Wanita itu melambai pada salah seorang pramusaji, memesan secangkir teh lemon hangat untuk menemani cangkir kopi Hadi yang hampir habis. Setelahnya, mereka tenggelam dalam perbincangan seperti biasa. Juga dalam tatapan mata yang penuh arti.


Dalam perbincangan selalu ada hal yang mengusik batin keduanya. Ada hasrat yang mengudara di sekitar mereka. Namun hanya mengendap dalam bulir-bulir hati mereka. Hadi tak ingin mengkhianati istrinya, sedang Mitha berpikir untuk menjaga perasaan sucinya pada Hadi karena setiap pertemuannya dengan Hadi bukan karena uang. Keduanya sama-sama tak tahu bahwa ada hal yang tak pernah dibagi untuk menjaga pertemuan demi pertemuan itu. Hal yang hanya ada di dalam hati masing-masing.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS