DALAM HATI 3

Oleh: Agil Uin


Hadi

Sore hari badanku sudah terasa segar setelah seharian aku beristirahat. Maag di lambungku sudah tak terasa lagi. Ya, ini berkat perawatan Anis. Siapa lagi?

Tapi lagi-lagi aku harus membayarnya dengan alasan palsu agar dapat menemui Mitha. Seperti yang sudah-sudah, Anis hanya menurut. Mempercayaiku begitu saja. Hanya saja ada raut cemas yang ia tunjukkan sore itu.

Aku hanya meyakinkannya bahwa akan baik-baik saja. Kurasa aku juga tidak akan minum kopi untuk sementara waktu.


Anis

Sebenarnya aku ingin membuat sebuah makan malam istimewa hari ini. Tapi Hadi harus menyelesaikan sebuah urusan pekerjaan. Entah akan pulang jam berapa. Aku hanya mencemaskan lambungnya. Bagaimana jika maagnya kambuh lagi?

Hadi begitu sibuk sampai ia tak memperhatikan kesehatannya sendiri. Bahkan di hari libur begini pekerjaan masih saja nggandul di pundaknya. Kadang aku heran, bagaimana bisa lelaki betah berlama-lama bergelut dengan pekerjaannya.


Rumah

"Mas, mau dibawakan bekal?" suara Anis yang muncul di mulut pintu membuat Hadi separuh kaget.

Hadi berpikir sebentar, "nggak usah, Nis, nanti aku delivery aja di resto deket-deket sana." Tolaknya sambil tersenyum.

Anis mengangguk sambil menyilangkan lengannya. "Jangan makan yang pedes-pedes, ya, Mas." Kalimat itu meluncur perlahan dari bibir mungilnya. Membuat Hadi menatap istrinya dari cermin.

Pria itu tersenyum, "iya, Nis, tenang aja."


Mitha

Aku sudah tak nyaman memendam perasaan seperti ini. Akhirnya kuputuskan untuk segera mengatakan hal ini pada Hadi. Entah bagaimana reaksinya nanti. Tapi Hadi harus tahu.


Meja 44

Si Hitam Manis sudah menanti kedatangan Hadi sejak sepuluh menit yang lalu. Pria itu hampir keheranan karena biasanya ia yang menunggu kedatangan Mitha. Hadi hampir tergelak menatap Mitha di sana.

Dengan wajah bersemu, Mitha menutup bibirnya dengan satu tangan.

"Jadi, sudah berapa lama nona Mitha menunggu?" Canda Hadi.

"Ya, ya. Maaf kalau aku selalu membuatmu menunggu." Mitha menopangkan dagu di atas tangan kirinya. Matanya melirik sebal.

Hadi menatapnya sambil tersenyum. "Apakah ada hal penting sampai-sampai kamu harus menungguku duluan?"

Pertemuan denganmu selalu penting, Di. Ujar Mitha dalam hati.

"Apa kamu sudah baikan, Di?" Mitha mengalihkan pembicaraan.

"See, i'm okay. Setelah baca pesanmu juga aku langsung sembuh." Seru Hadi sambil tersenyum. Membuat wajah Mitha bersemu lagi.

"By the way, pertanyaanku belum kamu jawab, lho." Lanjut Hadi.

Mitha tersenyum, "mau ngobrol-ngobrol aja, Di. Kayak biasanya. Tapi nggak di sini." Jawabnya setengah berbisik di kalimat terakhir.

Hadi menaikkan alisnya. "Jadi mau ke mana kita?" Tanya Hadi bersemangat.

Tak lama kemudian Mitha bangkit, meraih tangan Hadi. Menggenggamnya erat sambil membawanya menjauhi meja bernomor empat puluh empat itu. Hadi menurut saja. Mengikuti langkah kaki berbalut sepatu boot beludru warna cokelat muda yang menuntunnya ke tempat yang mungkin akan membuat Hadi menyesal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS