RAHASIA (EPS. 11)


Toko kue itu lengang. Hanya ada seorang wanita berusia lima puluhan. Pegawainya yang hanya satu orang sudah pulang sejak sore karena tak enak badan.

Wanita tua itu tengah menekuri sebuah buku bersampul tebal. Ia memandangi potret dua orang anak perempuan yang sedang tersenyum lebar sambil berpelukan.

Jarinya mengusap halaman potret itu. Di sana ia seperti melihat proyektor kehidupan yang memutar masa lalunya bersama dua anak perempuan dengan paras menawan.

Dua anak perempuan yang dibanggakannya. Raitsa dan Gaitsa. Keduanya terlalu spesial, namun ia harus kehilangan keduanya.

Raitsa meninggal di usia muda karena terserang penyakit langka. Sedang bungsunya entah dimana ia sekarang. Wanita tua itu terlalu takut untuk menerima kenyataan pahit tentang Gaitsa.

Wanita itu telah merelakan Gaitsa pergi meski rasa rindu begitu kuat menyerang setiap sendi-sendi tubuhnya. Ya, rindu yang selalu tertanam lebih kuat dari amarah yang pernah ia bendung.

Tapi sesal tetap menyusupi batin yang bertahun-tahun menolak keberadaan putri bungsunya. Menolak kenyataan bahwa Gaitsa telah salah memilih jalan hidup.

***

Gaitsa duduk di pembaringan. Pandangannya kosong. Wajahnya yang pucat semakin pucat karena selalu makanan yang disediakan di rumah sakit tak pernah ia habiskan.

Ia sama sekali tak punya sandaran saat ini. Ia juga tak bisa terus menerus memanfaatkan Preu untuk menolongnya dalam kesulitan yang ia buat sendiri. Jika dulu ia tidak membuat keputusan bodoh itu, mungkin saat ini ia tak harus berada di sini.

Gaitsa terlalu takut untuk kembali pada ibunya. Ia sudah terlalu mengecewakan seseorang yang amat dicintainya. Kembalinya ia hanya akan menggenapkan perasaan kecewa ibunya.

Kepala Gaitsa tertunduk. Cairan hangat mengaliri pipi pucatnya. Ini adalah kutukan yang tak dapat ditepis dari hidupnya.

***

"Preu, kamu tahu," Sora mendekatkan tubuhnya ke punggung Preu. "Aku sangat takut jika kamu benar-benar menyukai Gai." Lanjutnya.

Preu menutup buku yang sedang dibacanya. Tubuhnya bergerak menghadap Sora. Kalimat barusan sempat menyentil sesuatu dalam dadanya. Perasaan bersalah mulai menggerayangi batinnya kembali.

"Karena aku tidak bisa memberikan hal yang kamu inginkan dalam pernikahan kita, Preu." Ujar Sora dengan mata sendu.

Preu menatap wajah Sora lamat-lamat. Banyak perasaan Sora yang diam-diam disimpannya sendiri.

"Dan, Gai bisa mewujudkannya."

Kalimat Sora yang terakhir terasa getir. Di kepala Preu, sosok Gaitsa sudah menjadi masa lalu. Tekadnya sudah bulat.

"Apakah kamu masih ragu, So?" Tanya Preu.

"Entahlah, Preu. Apakah kamu sudah benar-benar melupakannya?" Sora balik bertanya.

Preu tiba-tiba kehilangan kata untuk menentramkan perasaan wanitanya. Ia menjadi ciut untuk sekedar memberikan kata mesra seperti biasanya. Benarkah Preu telah mantap melupakan Gaitsa.

"Preu," panggil Sora.

Preu memeluk Sora. Erat sekali.

"Aku harap Tuhan sedang menguji kita, So."

Kalimat itu sontak membuat Sora menitikkan air matanya. Dulu, setelah mendengar vonis dokter, Preu juga mengatakan hal yang sama. Itu artinya sang suami tengah membujuk dirinya sendiri untuk tetap meneguhkan perasaannya pada Sora. Untuk bertahan dalam pernikahan mereka yang tidak mudah.

***

Hujan mengguyur kota malam itu. Siluet bayangan seseorang terlihat jelas di kamar perawatan. Lelaki itu duduk di samping ranjang. Menatap Gaitsa dengan tatapan dingin.

"Kamu sudah punya superhero sekarang, Sayang," ucapnya dengan senyum sinis.

Gaitsa melirik benci. "Janinnya sudah gugur. Kau mau apa lagi, hah?"

"Ckck... apa kamu tahu berapa biaya rumah sakitmu?" pria itu terkekeh.

"Sudah sepantasnya. Sebaiknya tarik juga semua fasilitas yang kau berikan setelah ini." Gaitsa memandang kosong ke arah jendela.

Mata pria itu mendelik. Tangannya terkepal.

Entah dari mana Gaitsa mendapatkan keberanian untuk mengatakan hal itu. Rasa lelah yang menimpa perasaannya sudah tak terbendung lagi, hingga ia tak berpikir panjang saat mengucapkan itu. Pria yang kini berada di samping ranjang itu hanya diam memandangi wajah pucatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: HUJAN MERAH JAMBU

Ari-Ari Lengket

TIPS JADI JUTAWAN DARI DESAIN GRAFIS